TEMPO.CO, Paris - Presiden terpilih Prancis Emmanuel Macron mengatakan bakal berusaha menyembuhkan perpecahan di Prancis. Menurut Macron, perpecahan tersebut menghasilkan adanya kubu-kubu sayap kanan dan sayap kiri. Bacron pun berjanji membawa institusi Eropa lebih dekat ke masyarakat.
"Saya tahu perpecahan di negara kita menyebabkan sebagian orang memilih partai-partai ekstremis. Saya menghormati mereka," kata Macron dalam sebuah pidato di markas kampanyenya setelah memenangkan kursi kepresidenan versi Exit Poll seperti dilansir Reuters, Ahad, 7 Mei 2017.
Baca: Pemilu Final Prancis, Immanuel Macron Ungguli Le Pen
Marcon mencatatkan dirinya dalam sejarah kepresidenan Prancis. Dengan usia 39 tahun, Marcon mencatatkan dirinya sebagai presiden termuda Prancis sejak masa kepemimpian Napoleon Bonaparte. "Saya akan bekerja untuk menciptakan hubungan antara Eropa dan masyarakatnya, antara Eropa dan warga negara," katanya.
Menurut dia, pemilu yang berlangsung pun menjadi tonggak sejarah baru untuk Prancis. "Sebuah halaman baru dalam sejarah panjang kami telah berubah malam ini," kata Macron. "Saya ingin itu menjadi penemuan kembali atas harapan dan kepercayaan."
Baca: Le Pen, Singkirkan Ayah Demi Elektabilitas Partai Kanan Prancis
Macron, calon presiden pro-Uni Eropa, diprediksi bakal menjadi presiden ke-25 Prancis setelah mengalahkan calon presiden dari Partai Front Nasional Prancis Marine Le Pen. Dalam jejak pendapat Ahad malam, IFOP dan Kantar-Sofres merilis Macron mengamankan 65,5 persen suara dibandingkan 34,5 persen suara yang didapat Le Pen.
Perhitungan serupa dirilis oleh Harris Interactive yang menunjukkan Macron memperoleh 66,1 persen suara dibandingkan 33,9 persen suara untuk Le Pen. Berdasarkan keterangan Kementerian Dalam Negeri hingga pukul 17.00 waktu setempat, jumlah pemilih yang masuk tercatat 65,30 persen. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan 71,96 persen pada 2012 dan 75,11 persen pada 2007.
ARKHELAUS W | REUTERS | CNBC