TEMPO.CO, Paris- Pemilu putaran pertama Prancis telah mengantarkan Emmanuel Macron dan Marine Le Pen untuk bersaing di putaran kedua pada Mei mendatang.
Lolosnya Macron ke putaran kedua mengejutkan banyak orang, mengingat usianya yang terbilang masih muda dan minim pengalaman dalam dunia politik.
Macron lahir pada 21 Desember 1977, di Amiens, utara Prancis, dari orangtua yang sama-sama berprofesi sebagai dokter. Lulus dari sekolah Yesuit La Providence di kota asalnya, Macron kemudian pindah ke Paris untuk melanjutkan sekolah di Lycee Henri-VI. Sebelum akhirnya menamatkan pendidikan tinggi di National School of Administration.
Setelah lulus Macron bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan Prancis. Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi pengabdi negara dan bergabung dengan bank Rothschild & Cie sebagai bankir investasi pada 2008.
Macron yang saat ini berusia 39 tahun, menikahi janda yang usianya 24 tahun lebih tua darinya pada tahun 2007.
Karir Politik
Sejatinya Macron merupakan seorang anggota Partai Sosialis Prancis selama kurang lebih tiga tahun yakni dari 2006 hingga 2009. Ia kemudian memutuskan menjadi seorang politikus independen pada tahun 2009.
Sejak itu ia terus aktif dalam dunia politik bahkan masuk dalam jajaran pemerintahan. Pada 2012 Macron bergabung menjadi staf ahli Presiden Francois Hollande sebelum akhirnya diangkat menjadi Menteri Urusan Ekonomi, Industri, dan Digital di bawah pemerintahan Perdana Menteri Manuel Valls.
Pada Agustus 2016 ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan memfokuskan diri untuk mejadi calon presiden Prancis. Dalam mendukung ambisinya itu, Macron memilih Partai Perubahan sebagai kendaraan politiknya.
Kampanye Politik
Selama kampanye, Macron berhasil menarik perhatian warga Prancis yang akrab dengan keadaan kacau setelah pemilihan Donald Trump di Amerika Serikat dan Brexit di Inggris terjadi. Kebijakannya berlawanan dengan arus progresif yang muncul di Amerika Serikat dan Inggris.
Tidak seperti beberapa lawannya yang berpandangan kiri dan kanan, Macron menghindari membuat pernyataan melawan muslim dan merupakan pembela ketat sistem imigrasi terbuka.
Kebijakan
Macron berjanji jika terpilih menjadi penguasa di Istana Presiden Elysee, dia akan memperbaiki sistem politik Prancis yang dianggapnya gagal dan hampa. Mengubah undang-undang perburuhan, memotong pajak bisnis; reformasi sistem pengangguran.
Dia juga menjanjikan untuk mendorong mobilitas sosial, memotong pengeluaran publik dan meningkatkan investasi. Selain mengurangi pegawai di sektor layanan publik, mengurangi jumlah anggota parlemen dan mempekerjakan 10.000 lebih polisi dan gendarmes.
Pada pemilu putaran pertama pada Minggu, 23 April 2017, Macron menjadi kandidat yang meraih dukungan terbanyak. Ia mendapatkan dukungan sebesar 23,9 persen.
Jika menang dalam pemilihan putaran kedua, Macron akan menjadi pemimpin termuda dalam sejarah Prancis modern. Hebatnya lagi, ia dicatat sebagai politikus muda yang berhasil mengalahkan politikus kawakan dari partai Front Nasional, Marine Le Pen.
ALJAZEERA|THE AUSTRALIAN|YON DEMA