TEMPO.CO, Paris -Pemilihan presiden Prancis putaran pertama yang diikuti 11 kandidat digelar hari ini. Marine Le Pen merupakan kandidat presiden yang paling menarik perhatian menyusul sikap anti imigran. Hebatnya, Presiden Rusia Vladimir Putin sampai mengundangnya ke Kremlin sekalipun baru berstatus kandidat presiden.
Siapa Le Pen?
Dunia politik bukan lahan baru bagi Le Pen. Ia mengenal dunia politik sejak usianya masih kecil. Ayahnya, Jean-Marie Le Pen merupakan pendiri partai kanan jauh, Front Nasional.
Baca juga: Bertemu Le Pen, Putin: Kami Tidak Cari Pengaruh di Pemilu Prancis
Le Pen yang lahir di Neuilly-sur-Seine, wilayah barat Prancis pada 5 Agustus 1968 merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga kaya yang jauh dari kata harmonis. Ibunya pergi meninggalkan ayahnya saat ia masih kecil.
Ayahnya yang aktif dalam dunia politik membuat Le Pen jarang bertemu ayahnya di rumah. Le Pen lebih banyak menghabiskan waktu dengan pengasuhnya. Namun situasi itu tidak membuat wanita yang kini berusia 48 tahun itu menyerah dalam hidupnya.
Sejak berusia 18 tahun, Le Pen terjun aktif dalam partai Front Nasional. Ia menjadi populer dengan usahanya sendiri untuk membuat Partai Front Nasional menjadi jauh lebih kanan dari yang dijanjikan oleh ayahnya. Hal ini memuncak dalam upaya dia untuk menyingkirkan ayahnya dari partai pada tahun 2015 atas pernyataan kontroversial tentang Holocaust.
Baca juga: Menjelang Pemilu Prancis, Berita Palsu Banjiri Media Sosial
Le Pen, ibu tiga anak yang telah menikah sebanyak tiga kali itu juga dikenal dengan komentar kontraversialnya selama kampanye. Dia kerap menyuarakan penolakan terhadap imigran, meminta agar perbatasan diperketat untuk membendung arus pengungsi. Le Pen berencana mengusir ekstremis dari negara itu.
Bakat Le Pen berbicara di depan umum mendorongnya untuk belajar hukum. Pada tahun 1998, ia berperan sebagai penasihat hukum partai Front Nasional. Sejak itu karir Le Pen dalam dunia politik terus melejit.
Pada 2003 Le Pen sudah memegang jabatan wakil ketua Front Nasional sebelum menjadi ketua partai pada 2011 menggantikan ayahnya.
Baca juga:Menjelang Pemilu, Prancis Waspadai Serangan Teror
Le Pen terus meningkatkan elektabilitas partainya dalam setiap pemilihan lokal dan Eropa. Pada 2004, wanita yang menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari itu berhasil terpilih menjadi anggota Parlemen Eropa.
Ini bukan pertama kalinya Le Pen mengikuti pemilu presiden Prancis. Pada 2012 ia kalah dari François Hollande dan Nicolas Sarkozy pada pemilu putaran pertama dengan mendapat dukungan sebesar 17,9 persen.
Le Pen secara konsisten terus berada dalam daftar 100 tokoh yang paling berpengaruh sejak 2011 hingga 2015 versi majalah TIME. Dia menduduki posisi kedua sebagai anggota parlemen paling berpengaruh di Parlemen Eropa oleh majalah Politico, tepat di belakang Ketua Parlemen Eropa Martin Schulz pada 2016.
Baca juga: Le Pen: Pemegang Paspor Israel-Prancis Harus Memilih
Dalam pemilu kali ini, Le Pen memiliki 144 komitmen dalam manifesto politiknya sesuai dengan agenda nasionalis. Dalam kampanye dia telah berjanji untuk mengutamakan warga asli Prancis dalam hal apapun.
Jika terpilih, Le Pen juga berjanji akan menarik Prancis keluar dari zona Euro dan mengadakan pembicaraan dengan mitra Eropa untuk membentuk kembali Uni Eropa sebagai aliansi yang lebih fleksibel. Dia juga ingin menarik Prancis dari komando terpadu NATO.
Berkat kontroversi dalam kampanyenya, Le Pen bahkan disamakan dengan presiden Amerika Serikat Donal Trump. Ia bahkan dijuluki Trump dari Prancis. Hingga Putin pun membuka pintunya untuk Le Pen pada 24 Maret 2017.
CNN|GUARDIAN|SKY NEWS|YON DEMA