TEMPO.CO, Chicago - Perintah eksekutif Presiden Donald Trump yang menghapus kebijakan mantan Presiden Barack Obama soal perubahan iklim menuai gugatan dari Suku Indian Amerika dan aktivis lingkungan.
Di bawah pemerintahan Obama, Departemen Dalam Negeri memberlakukan moratorium penggunaan batu bara, untuk mengkaji dampaknya terhadap perubahan iklim.
Baca: Foto-foto Langka Kehidupan Suku Indian Seabad Lalu
Namun Selasa lalu, Trump mengeluarkan perintah eksekutif bertajuk "Kemandirian Energi" yang tak hanya mencabut kebijakan itu, tapi juga mengkaji pembatasan emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik tenaga batu-bara.
Jenny Harbine, pengacara aktivis lingkungan Earthjustice mengajukan gugatan tersebut di Pengadilan Distrik Amerika Serikat di Montana, atas nama Suku India Cheyenne Utara, Sierra Club dan Pusat Keanekaragaman Hayati.
"Sistem hukum kita telah menjadi pagar yang menghentikan penyalahgunaan kekuasaan selama dua bulan terakhir, karena itu kami ke pengadilan untuk mempertahankan tanah, air dan udara yang bersih, serta iklim yang lebih sehat bagi semua orang," kata Harbine dalam pernyataan, Rabu, 29 Maret 2017.
Adapun Dewan Adat Suku Indian Amerika di Montana menyayangkan keputusan Trump tanpa konsultasi dan melakukan tinjauan lingkungan secara menyeluruh. "Ini mengkhawatirkan dan tidak dapat diterima," kata Ketua Dewan Adat Cheyenne Utara, Jace Killsback dalam pernyataan.
Para aktivis lingkungan menyatakan pencabutan moratorium bakal memperburuk perubahan iklim dan membuat batu bara dijual dengan harga sangat murah. Selama berbulan-bulan mereka telah mempersiapkan perlawanan terhadap Trump.
Dalam kampanyenya, Trump telah menyebut pemanasan global sebagai berita palsu atau "hoax" yang diciptakan Cina. Dia pun bertekad untuk menghapus kebijakan lingkungan Obama dan menghidupkan kembali penggunaan batu bara.
Baca: Penyihir di Seluruh AS Bersatu Mantrai Presiden Donald Trump
Para pegiat lingkungan menyatakan akan memobilisasi penolakan dari publik, yang khawatir pada perubahan iklim. "Ini bukan yang diinginkan sebagian besar pemilih Trump," kata David Goldston, Direktur Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam.
Jajak pendapat menunjukkan masyarakat mendukung aksi untuk mencegah perubahan iklim. Sigi yang dilakukan September lalu menunjukkan 71 persen warga Amerika ingin agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan global. Enam persen di antaranya ingin agar pemerintah segera bertindak meski tidak yakin adanya perubahan iklim.
Jajak pendapat yang dilakukan The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research and the Energy Policy Institute dari University of Chicago menunjukkan warga AS mau membayar lebih setiap bulan untuk memerangi pemanasan global.
Adapun Partai Republik menyalahkan kebijakan Obama atas hilangnya lapangan kerja di sektor batu-bara. Namun data menunjukkan industri pertambangan AS kehilangan lapangan kerja selama beberapa dekade terakhir karena otomatisasi dan kompetisi dari gas alam, panel surya dan turbin angin. Ketiga sumber daya itu menghasilkan listrik lebih murah sekaligus bebas emisi dibandingkan dengan tenaga batu bara.
ASSOCIATED PRESS | REUTERS | NATALIA SANTI