TEMPO.CO, Manila - Karena dinilai tak tegas menghadapi Cina dalam konflik Laut Cina Selatan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali terancam dimakzulkan.
Seperti dilansir Inquirer pada Kamis, 30 Maret 2017, Gary Alejano, anggota parlemen Filipina, mengajukan pemakzulan setelah menganggap Duterte tidak tegas menghadapi aktivitas Beijing di Laut Cina Selatan.
Baca: Senator de Lima, Pengkritik Presiden Duterte, Ditangkap
Alejano mengajukan pemakzulan tambahan pada hari ini atau 14 hari setelah ia mengajukan pemakzulan pertama terhadap Presiden. Sadar popularitas Presiden Duterte masih sangat tinggi, terutama di dalam Kongres, Alejano mengatakan ia akan mencari dukungan pemakzulan dari luar, termasuk gereja, sekolah, dan masyarakat sipil.
Alejano menegaskan, Duterte tidak bersikap sesuai putusan Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) pada pertengahan 2016, yang memenangi tuntutan Filipina dan menggugurkan klaim teritorial Cina di perairan itu.
Alejano mengatakan pernyataan Duterte, yang mengaku tak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan aktivitas "ilegal" Cina di perairan LCS, seperti pembangunan pulau buatan di dekat Zona Ekonomi Eksklusif Filipina, menunjukkan keengganannya membela hak-hak negara. Bahkan Duterte kini justru berupaya mendekatkan diri dengan Cina dan mendorong Beijing berinvestasi besar-besaran di Filipina.
Baca: Dikecam Aktivis HAM dan PBB, Ini Sumpah Presiden Duterte
Beijing mengklaim hampir seluruh wilayah perairan itu, termasuk Reed Bank, yang berjarak 148 kilometer dari Pulau Palawan, Filipina. Klaim Cina di perairan yang memiliki jalur perdagangan terpadat itu juga tumpang tindih dengan wilayah Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan.
Tuntutan Alejano menambah panjang daftar dugaan pelanggaran Duterte yang membuatnya dinilai semakin pantas dimakzulkan. Sejauh ini, Duterte dituding melakukan kejahatan serius pelanggaran hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan, dan pengkhianatan kepercayaan publik.
Pada pengajuan pemakzulan pertama, Alejano menuduh Duterte melakukan berbagai kesalahan yang menurut dia layak dipecat. Kesalahan itu di antaranya menyembunyikan aset dan konflik kepentingan hingga pembunuhan di luar hukum terkait dengan narkoba.
Sejak Duterte menjabat sebagai presiden pada pertengahan 2016, lebih dari 6.000 terduga kriminal narkoba dilaporkan tewas dalam operasi penggerebekan. Sebagian besar di antaranya tewas tanpa melalui proses hukum jelas.
Menanggapi pemakzulan itu, penasihat hukum Presiden, Salvador Panelo, mengatakan tuduhan tambahan Alejano adalah propaganda tidak berdasar dan bagian dari konspirasi terkoordinasi oleh lawan-lawan Duterte.
CHANNEL NEWS ASIA | INQUIRER | YON DEMA