TEMPO.CO, Yangon - Pemerintah Myanmar memberikan izin khusus bagi media lokal maupun asing untuk mengunjungi negara bagian Rakhine. Di kawasan ini, militer Myanmar dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Rohingya.
Menurut surat kabar milik pemerintah Global New Light of Myanmar, sebuah tim yang terdiri dari 20 kelompok media asing dan lokal diizinkan melakukan liputan di Distrik Maungtaw, negara bagian Rakhine utara antara 28 Maret dan 1 April 2017. Delegasi itu akan dipimpin oleh pejabat dari Kementerian Informasi, U Ye Naing.
Seperti yang dilansir Asia Correspondent pada 27 Maret 2017, menurut artikel surat kabar pemerintah tersebut pemilihan Maungtaw karena wilayah tersebut merupakan lokasi awal kekerasan terhadap muslim Rohingya.
Pada Oktober 2017, pos polisi perbatasan diserang oleh milisi pemberontak yang dikaitkan dengan Rohingya menyebabkan sembilan polisi tewas. Polisi dan tentara kemudian membalasnya dengan melakukan tindakan brutal kepada Rohingya.
PBB menyatakan bahwa kekerasan itu menyebabkan lebih dari seribu warga Rohingya tewas dan 70 ribu lainnya melarikan diri ke Bangladesh.
Baca Juga:
Dalam peliputannya ke negara bagian Rakhine, pemerintah mengatakan para wartawan diminta untuk meliput etnis muslim Rohinya yang melarikan diri dan proses pemukiman kembali, kerusakan dan rekonstruksi daerah yang dihancurkan oleh api, penurunan yang dihasilkan dari industri perikanan di wilayah tersebut, imigrasi dan perdagangan barang dagangan dekat perbatasan.
Laporan surat kabar juga mencatat bahwa beberapa pers asing dan lokal diberikan akses ke Distrik Maungtaw pada 19 Desember 2016.
Izin liputan terbaru datang setelah pada Jumat, 24 Maret 2017, lembaga hak asasi manusia PBB memutuskan mengirimkan tim pencari fakta ke negara di Asia Tenggara itu menyangkut keterlibatan militer dan pasukan keamanan dalam kekerasan terhadap muslim Rohingya.
ASIA CORRESPONDENT | YON DEMA