TEMPO.CO, Brussels - Komisi Uni Eropa menghukum sebelas maskapai penerbangan membayar denda triliunan rupiah karena terbukti melakukan kartel.
Sebelas maskapai penerbangan yang terbukti melakukan kartel dalam bisnis penerbangan adalah Singapore Airlines, Air France, KLM, British Airways, Cargolux, Martinair, Air Canada, Cathay Pacific Airways, Japan Airlines, LAN Chile, dan SAS.
Kasus kartel oleh sebelas maskapai dibawa ke Komisi Eropa sebagai regulator tahun 2010. Komisi Eropa memutuskan sebelas maskapai itu terbukti melakukan kartel di bidang pelayanan jasa kargo, bahan bakar, dan biaya tambahan keamanan pada Desember 1999 hingga Februari 2006.
Namun, dalam tingkat banding, pengadilan membatalkan putusan Uni Eropa tahun 2010 dengan alasan prosedurnya keliru. Dalam pengadilan Uni Eropa pada Jumat, 17 Maret 2017, Komisi Eropa juga memastikan kekeliruan yang disampaikan pengadilan sebelumnya telah diperbaiki. Komisi pun memutuskan menghukum sebelas maskapai bersalah melakukan kartel dan harus membayar denda sebagai hukuman.
Mengutip Channel News Asia, Air France membayar denda paling besar, yakni 182,9 juta euro atau setara Rp 2,6 triliun, menyusul KLM 127,1 juta euro atau Rp 1,8 triliun, British Airways 104,4 juta euro atau Rp 1,49 triliun, Cargolux didenda 79,9 juta euro atau Rp 1,14 triliun, dan Singapore Airlines didenda 74,8 juta euro atau setara Rp 1,4 triliun.
Martinair yang didenda 29,5 juta euro pada 2010, dalam putusan Komisi Uni Eropa kemarin, dikurangi menjadi 15,4 juta euro atau setara Rp 220,8 miliar.
"Kami akan mempelajari putusan Komisi Eropa, setelah itu kami akan mempertimbangkan aksi yang sesuai," kata juru bicara Singapore Airlines.
Adapun SAS menegaskan akan melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan banding atas putusan Komisi Eropa.
Komisioner Kompetisi Eropa Margrethe Vestager mengatakan kejahatan kartel tidak akan dibenarkan oleh Komisi. "Bekerja sama melakukan kartel daripada berkompetisi menawarkan pelayanan lebih baik kepada pelanggan, maka itu tidak sesuai dengan Komisi," ujar Vestager.
CHANNEL NEWS ASIA | MARIA RITA