TEMPO.CO, Manila - Militer Filipina menghentikan kunjungan anggota parlemen dan kepala keamanan ke salah satu dari sembilan pulau sengketa di Laut Cina Selatan.
"Pencegahan itu demi keamanan," kata pejabat di Kementerian Pertahanan Filipina, Jumat, 17 Maret 2017.
Tetapi salah seorang jenderal senior Filipina mengatakan, pembatalan kunjungan ke Pulau Thitu atau dikenal dengan sebutan Pagasa itu untuk menghindari reaksi Cina. Thitu dekat dengan Subi Reef, salah satu dari tujuh pulau buatan di Kepulauan Spratly yang diklaim milik Cina.
Negeri Tirai Bambu ini telah menjadikan pulau tersebut kawasan pertahanan dengan menempatkan misil darat ke udara dan persenjataan berat lainnya.
Hubungan Filipina dengan Cina tegang selama bertahun-tahun karena disulut persoalan kepulauan ini. Namun hubungan kedua negara belakangan ini mulai menampakkan kemajuan di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte yang bertemu dengan Wakil Presiden Wang Yang pada Jumat petang, 17 Maret 2017.
Lima anggota parlemen Filipina seharusnya terbang ke Thitu pada Kamis, 16 Maret 2017. Sedangkan Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana dan Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Eduardo Ano rencananya berangkat pada Jumat.
Sedianya kedatangan anggota parlemen ke Spratly itu untuk menilai dan memberikan fasilitas baru yang dibutuhkan sekitar 100 warga di sana.
Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Filipina, Arsenio Andolong, kunjungan tersebut ditunda hingga isu keamanan selesai. Selain itu, landasan pacu di sana tak layak didarati pesawat karena dihantam hujan deras. "Kami membutuhkan waktu sedikitnya lima hari menunggu cuaca bagus dan membuat pendaratan pesawat aman," ucapnya.
Letnan Jenderal Raul del Rosario, yang menjadi komandan wilayah Barat Filipina, mengatakan, pembatalan tersebut akan berdampak pada hubungan dengan Cina.
"Kawasan tersebut tidak 100 persen milik kita," ucapnya di depan anggota parlemen saat acara dengar pendapat pada Kamis, 16 Maret 2017.
"Oleh sebab itu, mangapa kami memberikan perhatian penuh jika Anda terbang ke sana. Setiap ada penerbangan ke sana, ada tembakan peringatan diarahkan ke pesawat," ujarnya.
Militer menolak memberikan komentar atas pernyataan Rosario. Cina mengklaim hampir seluruh wilayah di perairan Laut Cina Selatan adalah daerah strategis untuk pelayaran. Kawasan yang diakui milik Cina itu dapat memberikan pemasukan Rp 67 trilun setiap tahun.
Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga mengklaim kawasan ini bagian dari teritorialnya.
REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN