TEMPO.CO, Manila - Parlemen Filipina sepakat untuk meloloskan rancang undang-undang (RUU) kontroversial yang mengembalikan hukuman mati di negara tersebut.
Dalam pemungutan suara pada Selasa, 7 Maret 2017, sebanyak 216 anggota parlemen menyetujui diberlakukan kembali hukuman mati melawan 54 anggota yang menentangnya. Satu anggota parlemen abstain.
Baca juga: Ikut Rusia, Duterte: Filipina Akan Keluar dari ICC
Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang mulai menjabat pada Juni 2016 telah mendorong pemberlakuan kembali hukuman mati. Presiden Duterte mengatakan hukuman mati adalah alat pencegah yang efektif terhadap kejahatan keji.
RUU yang disebut sebagai House Bill 4727, awalnya dirancang untuk menghukum mati pelanggar 21 jenis kejahatan keji, termasuk penjarahan, pemerkosaan dan pengkhianatan. Namun, kemudian diturunkan dan sepakat untuk menghapus penjarahan, pemerkosaan dan pengkhianatan dari daftar. Kemudian terbatas hanya untuk kejahatan narkoba ketika disahkan oleh parlemen pada pekan lalu.
Baca juga: Duterte: Berantas Kekerasan tanpa Dibatasi Hukum
Seperti yang dilansir Xinhua pada 7 Maret 2017, RUU tersebut dalam waktu dekat akan dikirim ke Senat untuk dibahas sebelum disahkan menjadi undang-undang dan ditandatangani oleh presiden Duterte.
Tercatat telah dua kali Filipina menghapus hukuman mati dalam tiga dekade terakhir. Pertama kali dihapus pada 1987 setelah Ferdinad Marcos dilengserkan. Lalu dihidupkan kembali pada 1993 oleh presiden Fidel Ramos. Pada 2006 hukuman mati di Filipina dihapuskan oleh presiden Gloria Macapagal-Arroyo.
Di bawah pengawasan Arroyo, Filipina menandatangani Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mengharuskan negara menghapuskan hukuman mati.
XINHUA|YON DEMA