TEMPO.CO, Yangon- Pasukan Myanmar bertempur melawan milisi pemberontak di perbatasan Cina hingga menewaskan sedikitnya 30 orang. Pertempuran yang berlangsung pada Senin, 6 Maret 2017 pecah pecah setelah milisi pemberontak Myanmar Nationalities Demokrat Alliance Army (MNDAA) di Laukkai, Kokang, negara bagian Shan menyerang anggota pasukan keamanan.
Pemberontak MNDAA Dengan mengenakan seragam polisi mengelabui pasukan keamanan. Kehadiran para pemberontak secara mendadak mengagetkan pasukan keamanan Myanmar. Timah panas dimuntahkan dari moncong senjata para pemberontak ke arah pasukan keamanan yang berada di pos militer.
Baca juga: Suu Kyi Minta Seluruh Suku Teken Perjanjian Gencatan Senjata
Pertempuran ini memakan korban lima warga sipil termasuk seorang guru sekolah dasar. Lima polisi Myanmar juga tewas.
"Menurut informasi awal, banyak warga sipil tak berdosa termasuk seorang guru sekolah dasar ... tewas karena serangan oleh kelompok bersenjata MNDAA," Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, seperti yang dilansir Channel News Asia pada 7 Maret 2017.
Beberapa jam setelah pertempuran, muncul informasi bahwa sekitar 20 orang tewas dengan mengalami luka bakar dan terdapat senjata api yang berserakan di dekatnya pada Senin sore, 6 Maret 2017.
Bentrokan terbaru di Kokang adalah salah satu yang terburuk sejak tahun 2015, yakni ketika terjadi bentrokan yang menyebabkan belasan orang meninggal dunia dan puluhan ribu warga sipil mengungsi ke wilayah Cina.
Baca juga: Suu Kyi Janji Amandemen Konstitusi yang Dibuat Militer
Myanmar kerap dilanda berbagai konflik pemberontakan etnis. Konflik di Kokang telah meningkatkan ketegangan dengan tetangga raksasanya Cina.
Pemimpin gerakan demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi telah melakukan berbagai upaya untuk mengakhiri konflik di perbatasan selama beberapa dekade, tetapi dengan intensitas tinggi pertempuran, mengancam upaya perdamaian.
Kokang memiliki ikatan yang kuat dengan Cina. Warga setempat cenderung berbicara dalam bahasa Mandarin. Mereka juga menggunakan mata uang yuan dalam transaksi sehari-hari. .
Beberapa pengamat menyebutkan bahwa para pemberontak di wilayah tersebut berada di bawah pengaruh Cina.
CHANNEL NEWS ASIA|AL JAZEERA|YON DEMA