TEMPO.CO, Sanaa - Perang saudara di Yaman sejak 2015 hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Arab Saudi dan koalisi gencar melancarkan serangan guna mengalahkan Syiah Houthi.
Kaum Syiah Houti yang kini mengusasi ibu kota Yaman, Sanaa, setelah berhasil mengusir Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi ke kota pelabudahn Aden, belum sepenuhnya berkuasa. Meskipun militan mereka yag didukung oleh Iran berada di kota-kota strategis lainnya.
Di balik itu, Arab Saudi yang tak rela Syiah Houti berkuasa di Yaman melancarkan serangan udara ketika perang di Yaman baru dimulai.
Saudi yang memimpin pasukan koalisi dukungan 10 negara terdiri dari Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar dan Bahrain melakukan gempuran melalui udara. Sedangkan serangan darat diambil alih oleh militer Jibouti, Eritrea dan Somalia.
Belum cukup dengan dukungan militer negara-negara sahabat Saudi, agar gempuran ke Yaman sukses, maka negeri superkaya ini disokong informasi intelijen oleh Amerika Serikat.
Baca Juga:
"Amerika Serikat juga memberikan dukungan logistik termasuk pengisian bahan bakar di udara, pencarian pasukan koalisi yang hilang, serta penjualan senjata."
Amerika Serikat dan Inggris juga menempaatkan personil militernya di pusat komando dan pengerahan pasukan di basis Saudi guna menyerang Yaman.
Di antara dosa Saudi ketika melakukan serangan udara terhadap Yaman dengan sandi Operasi Badai itu, antara lain, pada 10 Januari 2017, mereka menjatuhkan bom di dekat sekolah menakibatkan dua murid sekolah tewas dan seorang pegawai sekolah. Bom juga melukai tiga murid lainnya.
"Bom yang dijatuhkan jet tempur Saudi menewaskan gadis 11 tahun ketika dalam perjalan menuju sekolah," kata Sarah Leah Whitson, Direktur Human Rights Watch urusan Timur Tengah.
Sedangkan di pertengahan Februari 2017, Saudi melancarkan gempuran udara tak jauh dari ibu kota yaman, Sanaa, menyebabkan sedikitnya 10 perempuan dan anak tewas.
Menurut saksi mata, serangan itu menyasar kerumunan orang yang sedang melayat di rumah tokoh masyarakat di Ashira, sebuah desa di sebelah utara Sanaa.
"Selain menewaskan sembilan perempuan dan satu anak, gempuran udara pasukan koalisi juga melukai puluhan korban lainyna.
Saksi mata lain mengatakan kepada Reuters, "Orang-orang pada mendengar suara jet tempur dan mulai berlarian dari rumah tersebut tetapi kemudian bom-bom itu menghantam rumah secara langsung. Atap rumah runtuh. Darah berceceran di mana-mana," kata Hami Ali.
"Kami peduli pada laporan media bahwa ada serangan udara menyebabkan sejumlah penduduk sipil tewas di Sanaa.Kami akan selidiki," bunyi pernyataan koalisi.
HUMAN RIGHTS WATCH | INDEPENDENT | CHOIRUL AMINUDDIN