TEMPO.CO, Assam –Taman Nasional Kaziranga merupakan kisah sukses konservasi badak yang sangat dibanggakan India.
Seperti dilansir BBC, Jumat 10 Februari 2017, saat taman nasional ini didirikan di Negara Bagian Assam seabad lalu, hanya segelintir badak bercula satu India yang masih tersisa.
Kini, lebih dari 2.400 badak bercula satu, atau dua per tiga dari seluruh populasi dunia, hidup di Kaziranga.
Baca: Unik, Foto Keluarga 500 Orang di Cina Ini Gunakan Drone
Kesuksesan ini membuat William dan Catherine, calon penguasa Kerajaan Inggris, mengunjungi taman nasional ini pada tahun lalu.
Namun, keberhasilan ini dibayar sangat mahal.
Sejak didirikan, penjaga taman nasional telah menembak mati ratusan orang yang diduga akan berburu badak.
Cula dari badak berharga lebih mahal dibandingkan emas. Penjual di Vietnam dan Cina menjual 100 gram obat dari cula badak seharga US$ 6.000 atau lebih dari Rp 50 juta.
Obat dari cula badak dipercaya dapat menyembuhkan banyak penyakit mulai dari kanker hingga gangguan disfungsi ereksi.
Tak heran jika banyak orang memilih berburu badak untuk memperoleh keuntungan besar.
Agar upaya konservasi badak berhasil, pengelola taman nasional menerapkan aturan kontroversial: menembak mati siapa saja yang berusaha berburu di Kaziranga.
Selama dua dekade terakhir, ada 106 tersangka pemburu atau warga setempat yang tewas karena ditembak penjaga hutan.
Ini adalah nasihat dari politikus setempat, MK Yadava. “Semua orang yang masuk ke dalam taman nasional harus mematuhi aturan atau dibunuh.”
Catatan BBC menunjukkan penjaga taman nasional menembak sedikitnya dua orang setiap bulan, atau lebih dari 20 orang setiap tahun.
Bahkan pada 2015, jumlah orang yang tewas ditembak penjaga lebih banyak daripada badak yang dibunuh pemburu binatang. Sebanyak 23 orang tewas dibanding 17 badak yang mati.
“Perintah yang diberikan adalah tembak semua pemburu atau pun orang yang memasuki taman nasional pada malam hari,” kata Avdesh, salah satu penjaga taman nasional kepada BBC.
Avdesh mengaku telah menembak dua orang selama empat tahun bekerja. Tapi ia menyebut tidak membunuh mereka.
Aksinya ini legal karena dilindungi oleh pemerintah. Kementerian Kehutanan yang membawahi taman nasional ini menyebut tidak ada angka pasti korban tewas dalam upaya konservasi badak.
Pemimpin Taman Nasional Kaziranga, Dr Satyendra Singh, menyebut aksi tembak tidak dilakukan begitu saja.
Para pemburu menurut Singh menyewa warga lokal untuk membantu mencari badak. Tapi pelakunya adalah orang-orang dari negara bagian lain.
“Kami selalu memberi peringatan. Tapi jika melawan, mereka kami tembak. Sebisa mungkin dalam kondisi hidup agar diketahui lingkaran kelompok mereka,” ujar Singh.
Dr Singh mengakui dalam tiga tahun terakhir ada 50 pemburu yang tewas ditembak petugas taman nasional.
Bagi warga yang hidup di sekitar Kaziranga, banyaknya korban jiwa menjadi masalah besar.
Kaziranga merupakan daerah padat penduduk seperti wilayah lain di India. Banyak warga merupakan penduduk asli yang hidup dari hutan selama berabad-abad. Mereka juga mengumpulkan kayu bakar dan obat-obatan dari dalam hutan.
Sejak aturan tembak di tempat diterapkan, banyak penduduk tak berdosa tewas.
Kachu Kealing kehilangan putranya, Goanburah, yang tewas ditembak petugas pada Desember 2013. Yang ia miliki saat ini adalah selembar foto buram wajah anaknya.
Goanburah, penyandang tunagrahita, disuruh sang ayah mencari sapi mereka yang masuk ke dalam taman nasional. Petugas menembak Goanburah karena tidak menanggapi peringatan mereka. "Semua orang di desa tahu ia anak cacat.”
Namun Kachu Kealing tak menggugat pemerintah. “Saya hanya orang miskin. Saya tidak mampu menggugat mereka.”
Akash Orang, tujuh tahun, mungkin masih bisa disebut beruntung. Bocah cilik itu ditembak petugas taman nasional saat hendak pulang ke rumah dari toko tapi tetap selamat.
Meski begitu, kakinya terluka parah. Ia terpaksa dilarikan ke rumah sakit di ibu kota Assam yang berjarak lima jam perjalanan.
Ia dirawat di sana selama lima bulan dan melalui selusin operasi. Tapi Akash masih sulit berjalan.
Pihak taman nasional mengakui kesalahan dan membayar seluruh biaya pengobatan serta kompensasi sekitar 200 ribu rupee atau sekitar Rp 40 juta.
Organisasi pelindung satwa internasional, WWF di India, pun berusaha agar pelestarian binatang sejalan dengan penghormatan terhadap nyawa manusia.
Mereka pun mengucurkan dana untuk memberi pelatihan bagi petugas taman nasional dan membelikan kaca mata malam hari.
"Tak ada yang suka dengan pembunuhan," kata Dr Dipankar Ghose, dari program konservasi WWF India.
BBC | SITA PLANASARI AQUADINI