TEMPO.CO, New Delhi—Setiap tahun selama lebih dari dua dekade terakhir, 100 anak tewas di bagian utara India.
Misteri ini membuat otoritas kesehatan India dan para orang tua resah, karena penyebabnya belum juga ditemukan.
Baca: Serunya Perang Twitter J.K Rowling vs Pendukung Donald Trump
Sebelum tewas, anak-anak di Negara Bagian Bihar ini tiba-tiba mengalami kejang-kejang dan kehilangan kesadaran.
Namun penyebab kematian tragis itu akhirnya terkuak awal bulan ini.
Seperti dilansir BBC, Jumat 3 Februari 2017, peneliti Amerika Serikat dan India sepakat bahwa kematian para bocah itu disebabkan karena mereka memakan buah leci saat perut masih kosong.
Penelitian terbaru yang dimuat dalam jurnal kesehatan bergengsi, The Lancet, menegaskan temuan yang menyatakan para korban keracunan leci.
Sebagian besar korban, kata The Lancet, merupakan anak-anak dari keluarga miskin yang memakan buah leci yang jatuh di tanah. Bihar merupakan daerah penghasil leci di India.
“Leci memiliki racun bernama hipoglisin, yang menahan tubuh dari memproduksi glukosa. Hal ini sangat berdampak buruk bagi para korban yang tingkat gula darahnya sudah sangat rendah karena tidak makan malam,” demikian tulis The Lancet.
Anak-anak ini akan menjerit di malam hari sebelum mengalami kejang-kejang dan tidak sadarkan diri, karena mengalami pembengkakan otak secara tiba-tiba.
Temuan ini diperoleh setelah para peneliti memeriksa anak-anak yang selamat di rumah sakit Muzaffarpur antara Mei-Juli 2014. Kondisi para korban ternyata sama dengan insiden yang terjadi sebelumnya di Karibia.
Wabah di Karibia dipicu oleh buah lokal bernama ackee. Buah ini mengandung racun hipoglisin, persis seperti yang ditemukan di dalam buah leci.
Hasil penelitian ini menjadi dasar pengumuman Kementerian Kesehatan yang meminta para orang tua memastikan anak mereka makan terlebih dulu dan membatasi buah leci yang dikonsumsi.
Anak-anak yang terkena sindrom ini harus ditangani sebagai pasien hipoglikemia atau tekanan gula darah rendah.
Sejak kasus ini berhasil dipecahkan, jumlah anak yang meninggal di Karibia turun drastis.
BBC | THE NEW YORK TIMES | SITA PLANASARI AQUADINI