TEMPO.CO, Tokyo- Warga di sebuah kota di Jepang kebingungan setelah mendapati bahwa ada dua calon anggota dewan kota yang memiliki nama yang sama persis pada kertas suara.
Kedua pria bernama Shigeru Aoki berlomba untuk menjadi anggota dewan kota Karatsu, di selatan Jepang.
Ada banyak cara untuk menulis nama dalam bahasa Jepang dengan pengucapan yang sama, tetapi dalam kasus ini pasangan menggunakan karakter huruf kanji yang sama.
Mereka bahkan tidak bisa dibedakan oleh partai, karena keduanya maju sebagai calon independen. Bahkan keduanya memiliki latar belakang pekerjaan yang sama yakni bergerak di bisnis konstruksi, selain memiliki platform kebijakan yang sama juga.
Keduanya sama-sama menjanjikan swasembada yang besar untuk kota pelabuhan tersebut, yang terkenal dengan festival kastil dan musim panas. Namun kota itu agak pudar sejak masa jayanya sebagai pintu gerbang perdagangan utama ke Korea dan Cina ratusan tahun yang lalu.
Warga bingung karena dalam proses pemungutan suara, mereka diwajibkan untuk menuliskan nama kandidat pada kertas suara.
Seperti yang dilansir BBC pada 30 Januari 2017, Shigeru Aoki yang memiliki usai lebih tua adalah anggota dewan petahana, sedangkan satunya lagi berusia lebih muda dan merupakan pendatang baru dalam dunia politik.
Dalam menaggapi kebingungan masyarakat tersebut, para pejabat pemilu setempat meminta pemilih untuk menambahkan usia calon pilihan mereka, atau kata-kata "petahana" atau "penantang" pada kertas suara untuk mengklarifikasi pilihan mereka.
Untuk membantu pemilih, petugas kemudian menyediakan daftar calon di meja pendaftaran di TPS dengan menampilkan usia masing-masing kandidat dan jabtan mereka, yakni apakah petahana atau bukan.
Sang calon bernama Aoki, yang merupakan penantang mengaku bahwa ia merasa diuntungkan dengan situasi tersebut, dimana membuatnya lebih dikenal.
Media Jepang melaporkan bahwa situasi ini bukan pertama kalinya terjadi, masalah serupah pernah terjadi sebelumnya saat pemilihan anggota dewan kota pada 2003 di Naruto, sekitar 70 km (40 mil) dari Tokyo.
BBC|YON DEMA