TEMPO.CO, Canberra - Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, membahas rencana kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Australia berpamitan kepada Perdana Menteri Malcom Turnbull di kantornya Gedung Parlemen Australia, 24 Januari 2017.
Kunjungan tersebut sempat tertunda tahun lalu, setelah aksi damai yang berujung rusuh di Jakarta pada November 2016. Kedua negara berharap lawatan kenegaraan bakal memperkokoh kerja sama kedua negara.
Baca juga:
Indonesia Hentikan Kerja Sama Militer dengan Australia
Ini Materi Pelatihan Militer Australia yang Hina Indonesia
TNI-Australia, Ketika Pancasila Dipelesetkan Jadi Pancagila
“Dubes Nadjib menyampaikan bahwa hubungan pribadi yang dijalinnya dengan beberapa perdana menteri Australia selama ini sangat membantunya dalam memperkuat komunikasi dan terbukti berperan dalam membahas dan menyelesaikan berbagai isu strategis kedua negara,” demikian pernyataan tertulis Kedutaan Besar RI di Canberra lewat rilis yang diterima Tempo, 25 Januari 2017.
Dalam kesempatan itu, Turnbull memuji dan mengapresiasi sumbangsih Dubes Nadjib yang dipandang berhasil menjaga dan mempromosikan hubungan bilateral Indonesia-Australia dengan sangat baik di berbagai sektor. Dari politik, ekonomi-perdagangan dan investasi, pendidikan, hingga hubungan antar-warga (people-to-people contact).
Dubes Nadjib akan mengakhiri masa tugasnya setelah berdinas selama lebih dari empat tahun di Australia. Dia berkesempatan mendampingi PM Turnbull saat bertemu dengan Presiden Jokowi pada 12 November 2015. Termasuk saat blusukan bersama di Pasar Tanah Abang.
Apresiasi atas kinerja Dubes Nadjib, terutama saat kedua negara menghadapi masa-masa yang sulit, juga disampaikan berbagai pejabat tinggi Australia lainnya. Seperti Menteri Luar Negeri Julie Bishop serta Menteri Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Frances Adamson serta para gubernur negara bagian di Australia. Hal ini disampaikan saat Dubes Nadjib berpamitan dengan mereka.
Selama menjabat Dubes RI untuk Australia, sejumlah inisiatif penting dalam rangka memajukan kerja sama Indonesia-Australia berhasil terwujud. Antara lain penandatanganan Code of Conduct (CoC) Kerja Sama Intelijen pada 2014, terbentuknya forum pertemuan tingkat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan kedua negara (Indonesia-Australia Ministerial Council on Law and Security) pada 2015.
Dubes Nadjib ikut mendorong dimulainya kembali perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) guna mengoptimalkan potensi kerja sama ekonomi kedua negara, seperti jasa, investasi, dan tarif.
Nadjib mengakui bahwa umumnya hubungan negara bertetangga selalu penuh dengan dinamika dan tantangan. “Kunci untuk menangani berbagai perbedaan dan dinamika hubungan RI-Australia adalah melakukan dialog konstruktif secara terus-menerus dan melihat dari sudut perspektif kedua negara,” kata mantan Duta Besar RI untuk Belgia dan Uni Eropa tersebut.
Dia menambahkan, kedua negara saling membutuhkan dan dapat saling melengkapi. “Masa depan Australia berada di Indonesia, dan demikian juga sebaliknya. Bila kedua negara ini bersinergi dengan baik, manfaatnya akan sangat terasa di negara-negara kawasan sekitarnya,” kata Dubes Najib.
NATALIA SANTI