TEMPO.CO, Davos - George Soros, investor yang juga taipan Amerika Serikat, memprediksi Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump bakal jatuh karena kebijakannya yang kontroversial.
"Saya pribadi yakin dia akan jatuh. Bukan karena saya menginginkan dia jatuh, tapi lantaran gagasan-gagasannya kontradiktif. Kontradiksi ini telah benar-benar terwujud dalam bentuk para penasihatnya dan kabinetnya,” kata Soros dalam makan malam bersama media pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, seperti dilansir Reuters, Jumat, 20 Januari 2017.
Berita terkait:
Donald Trump Segera Masuk Gedung Putih
Trump Bersumpah Satukan Bangsa Jelang Pelantikan
Trump Jadi Presiden AS, Ini Mega Proyeknya di Indonesia
Prediksi Soros diungkapkan karena khawatir pasar global akan goyah karena ketidakmenentuan yang muncul dari kebijakan-kebijakan taipan properti asal New York yang akan menjadi presiden Amerika ke-45 itu.
"Saat ini, ketidakmenentuan sudah berada pada puncaknya," ucap Soros. "Saya tak menganggap pasar akan baik-baik saja."
Harga saham di Amerika melonjak setelah Trump memenangi pemilu 8 November lalu. Trump akan mengucap sumpah jabatan pada Jumat waktu setempat atau Sabtu dinihari, 21 Januari 2017, WIB.
"Pasar melihat Trump tengah bongkar-pasang aturan-aturan serta memangkas pajak, dan itu semua memang impian. Impian itu telah terwujud," ujar Soros.
Tapi, tutur Soros, Trump juga menyerukan pajak perbatasan (impor) dan menarik diri dari kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans Pasifik yang digagas para pendahulunya yang merupakan kebijakan politik lain dari dia yang tidak ada juntrungannya dengan pertumbuhan ekonomi Amerika.
"Mustahil memprediksi bagaimana yang sebenarnya Trump akan melangkah," katanya.
Pendiri Soros Fund Management LLC yang kini memimpin perusahaan yang berbasis di New York itu adalah penyumbang besar untuk kelompok penggalangan dana Super PAC yang mendukung calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, selain menyumbang kelompok-kelompok lain pendukung Demokrat.
Soros terkenal menarik untung besar pada 1992 ketika berspekulasi bahwa pound sterling Inggris akan jatuh jauh di bawah level normalnya dan harus menarik diri dari mekanisme tingkat mata uang Eropa.
ANTARA | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI