TEMPO.CO, Washington - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat atau dikenal dengan Pentagon, mengumumkan memindahkan empat tahanan dari penjara militer Teluk Guantanamo di Kuba pada Kamis waktu setempat.
Seperti dilaporkan CNN, Jumat, 20 Januari 2017, satu tahanan dipindah ke Arab Saudi, sementara tiga orang lainnya dipindah ke Uni Emirat Arab.
Pemindahan ini merupakan upaya Presiden Barack Obama untuk menepati janjinya menutup penjara yang dibuka selama masa perang anti-teror Amerika Serikat.
Sayangnya, Obama gagal menepati janji semasa kampanye periode kedua. Alih-alih ditutup, Obama masih menyisakan 41 tahanan di Guantanamo yang nasibnya akan ditentukan oleh presiden selanjutnya, Donald Trump.
Saat menjabat sebagai presiden untuk periode kedua pada 2009, ada 242 tahanan di Guantanamo. Obama yang berusaha menepati janjinya, menerbitkan keputusan khusus yang kemudian ditentang habis-habisan oleh parlemen.
“Kami memang sulit untuk berhasil, tetapi bukannya tanpa usaha,” kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest kepada waratwan, Selasa lalu.
Earnest menyalahkan baik Republik dan Demokrat di Kongres atas kegagalan ini. “Karena tentangan yang dibangun Kongres, organisasi teroris justru memiliki sarana perekrutan dan membuang jutaan dollar uang pembayar pajak.”
Meski telah menjalani pengawasan ketat, pembebasan keempat tahanan ini akan diprediksi akan menuai kecaman dari Trump seperti sebelumnya. Trump yang ingin tetap membuka Gitmo, begitu penjara itu kerap disebut, menyerang kebijakan Obama yang terus memindahkan para tahanan ke negara-negara sekutu.
Penjara ini mencapai puncak populasinya pada Juni 2003. Saat itu Amerika Serikat berhasil menahan 684 terduga teror yang disebut terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan Al Qaeda dan serangan 11 September 2001.
Salah satu tahanan di Guantanamo adalah warga Indonesia yang diduga menjadi dalang pengeboman di Bali, Hambali. Baik Amerika Serikat maupun Indonesia sepakat Hambali tidak akan dikembalikan ke Indonesia.
Fasilitas tahanan anti-teror ini menuai kontroversi dunia menyusul laporan kekejaman yang dilakukan para sipir dan penyelidik CIA terhadap para tahanan. Salah satu tindakan yang kini telah dilarang adalah menenggelamkan kepala terduga ke dalam air saat intergogasi, atau disebut juga “Waterboarding.”
CNN | FOX NEWS | SITA PLANASARI AQUADINI