TEMPO.CO, Taipei - Aparat Taiwan akhirnya membuka kembali kasus kematian anak buah kapal (ABK) asal Indonesia, Supriyanto. Awak kapal Fu Tzu Chun asal Tegal itu dinyatakan meninggal karena sakit, dipicu infeksi pada luka lutut pada 25 Agustus 2015.
Meski Kejaksaan Pingtung, Taiwan sempat menyelidiki tuduhan penganiayaan terhadap Supriyanto, namun kasusnya ditutup karena pengadilan menyatakan tidak cukup bukti. Kasus itu menarik perhatian Control Yuan, badan pengawas pemerintah Taiwan. Hasilnya, tim investigasi lembaga itu, dengan ketua Wang Mei-yu berhasil mengungkap hal-hal yang terluput di pengadilan.
Tim forensik yang dikerahkan Control Yuan menemukan berkas-berkas penyiksaan pada jasad Supriyanto. Kasus ini kian menggemparkan Taiwan, berkat investigasi lanjutan media Taiwan, The Reporter, bekerja sama dengan Tempo. Kejaksaan Pingtung memutuskan untuk membuka kembali kasus Supriyanto. Berikut petikan wawancara Tempo dengan Wang Mei-yu, Jumat lalu, pasca keputusan tersebut.
Kapan Control Yuan memutuskan untuk menyelidiki kasus kematian Supriyanto?
Kasus hak asasi manusia selalu menjadi perhatian saya. Sebelum menjadi anggota Control Yuan, saya banyak membaca reportase pekerja kapal ikan asing. Mereka meninggalkan rumah dan bekerja dengan upah rendah di Taiwan. Lingkungan kerja dan upah mereka jauh dari ideal.
Saya telah mengikuti kasus Supriyanto sejak masalahnya tersiar di media. Banyak pertanyaan saat kabar itu diberikan pada September 2015. Saya meluncurkan sebuah investigasi sendiri pada 12 April 2016. Saya berharap hasil penyelidikan itu bisa membuat pemerintah memperhatikan masalah ini.
Mengapa kasus Supriyanto dihentikan dan apa alasan sehingga kasusnya akan dibuka kembali?
Taiwan menganggap masalah hak asasi manusia sangat penting. Liputan media atas kasus Supriyanto mengungkap banyak pertanyaan yang belum terjawab sehingga saya memutuskan untuk menggerakkan penyelidikan sendiri. Kejaksaan Distrik Pingtung menutup kasus sebelum penyelidikan terhadap bukti-bukti yang relevan lengkap. Misalnya, penterjemah gagal mengartikan apa yang dikatakan. Jaksa tidak melihat penyebab pasti dan waktu kematian, serta tidak menyelidiki apakah ada pihak-pihak lain yang terkait.
Control Yuan secara resmi menuntut Jaksa Pingtung untuk membuka kasus kembali berdasarkan temuan berikut; penterjemah yang mengartikan video membuat beberapa kesalahan dan melewatkan hal-hal krusial yang menentukan keterlibatan pihak lain atau kelalaian yang menyebabkan kematian. Kantor kejaksaan jelas gagal melakukan penyelidikan yang lengkap dan memadai.
Jaksa tidak melihat hubungan sebab akibat kematian Supriyanto dengan pemukulan awak kapal lain. Forensik menyebut kematian Supriyanto akibat luka di lutut menyebabkan kematiannya tanpa penjelasan ilmiah. Mereka juga tidak melihat luka-lukanya diperburuk dengan kondisi buruk di kapal ikan yang menyebabkan infeksi.
Adakah kasus lain yang mirip dengan Supriyanto yang pernah dan akan diselidiki Control Yuan?
Sepengetahuan kami, Control Yuan tidak pernah menyelidiki kasus seperti ini dan hanya sedikit kasus yang disidangkan.
Apa langkah lanjutan yang diambil pemerintah Taiwan?
Setelah menyelesaikan penyelidikan, Control Yuan mengusulkan langkah korektif untuk Dewan Pertanian (Council of Agriculture), lembaga yang bertanggung jawab. Selain mengesahkan Undang-undang Perikanan Jauh yang akan mulai berlaku pada 20 Januari 2017 serta amendemen Undang-undang Perikanan. COA juga menyusul aturan soal izin dan administrasi perekrutan awak kaal asing. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi kerja para pekerja di sektor perikanan, khususnya di lepas pantai.
Apakah menurut Anda langkah itu cukup untuk mengakhiri perbudakan di kapal ikan?
Berdasarkan konstitusi Taiwan, Control Yuan memiliki wewenang untuk mengawasi pemerintah. Jika ada kelalaian kewajiban, Control Yuan, sesuai hukum dapat memulai penyelidikan dan mengusulkan langkah perbaikan, pemakzulan, atau kecaman sesuai temuan penyelidikan.
Dalam hal ini, di mana langkah perbaikan telah diusulkan, Control Yuan akan terus memantau kemajuan perbaikan yang dilakukan lembaga terkait agar dapat menerapkan perubahan kebijakan dan melindungi hak-hak asasi manusia.
Apakah ada hukuman bagi pemilik kapal yang mempekerjakan awak ilegal atau bahkan memperbudak mereka?
Setiap kali terjadi perselisihan perburuhan antara pemilik kapal dan awaknya, maka penyelesaian yang dapat diambil adalah, pelaut asing diwajibkan menandatangani kontrak dengan pemilik kapal, terlepas memiliki agen atau tidak. Perselisihan kontrak akan diselesaikan di pengadilan sipil distrik. Pelaut asing juga dapat mengadukan dan memint abantuan melalui layanan hotline 24 jam 1955. Pelaut asing akan dirujuk ke COA. Harus ada bukti konkret atas pelanggaran hukum oleh kapal penangkap ikan supaya kasusnya bisa diserahkan ke jaksa setempat.
Apa hasil kunjungan Anda ke Indonesia bulan lalu?
Saya bersama Chen Hsiao-hung, anggota Control Yuan lain ikut sebagai delegasi Presiden Chang Po-ya ke Indonesia 28 November-2 Desember 2016. Kami mengunjungi Komnas HAM, Ombudsman, BNP2TKI. Kami bertukar pandangan dan pengalaman praktis dalam masalah hak-hak asasi manusia, dan pekerja migran di negara masing-masing.
Kami telah menyatakan keprihatinan kami tentang penindakan agen-agen tenaga kerja lokal yang mengeksploitasi pekerja migran, dan mendapatkan umpan balik yang positif.
NATALIA SANTI