TEMPO.CO, Sri Lanka - Protes masyarakat atas rencana pemerintah Sri Lanka membangun zona khusus industri untuk investor Cina berujung rusuh. Sedikitnya 21 orang terluka dan 52 pengunjuk rasa ditangkap polisi.
Para pengunjuk rasa marah atas rencana penggusuran ribuan warga demi membebaskan 6,07 hektar lahan untuk pembangunan zona industri para investor asal Cina.
Mengutip Asian Correspondent, 8 Januari 2017, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengeluarkan kebijakan penggusuran rumah warga yang berujung bentrok antara warga dengan aparat kepolisian.
Lokasi penggusuran itu terletak di distrik Hambantota. Di distrik ini, sebelumnya sudah dibangun bandara dan pelabuhan senilai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 20 triliun. Pembangunan zona industri ini merupakan ambisi Sirisena membangun sebuah proyek senilai US$ 50 miliar untuk memperbaiki perekonomian negara itu.
Menanggapi unjuk rasa warga distrik Hambantota, pemerintah Sri Lanka menuding oposisi pimpinan mantan presiden Mahinda Rajapaksa sebagai penggerak unjuk rasa.
Saat acara pembukaan zona investasi, Duta besar Cina untuk Sri Lanka, Yi Xianlang, menyatakan tidak ada tekanan yang dapat menghentikan kerja sama Cina dengan Sri Lanka.
"Ini momen bagi Cina untuk membantu negara-negara lain yang membutuhkan investasi. Tak ada tekanan yang dapat menghentikan kerja sama Cina dengan Sri Lanka," ujar Xianlang.
Jika zona industri ini berjalan sesuai rencana, ujar Xianlang, Cina akan menanamkan uangnya US$ 5 miliar selama tiga hingga lima tahun berikutnya dan menciptakan 100 ribu pekerjaan baru.
Ketertarikan Cina membangun pelabuhan di Sri Lanka diduga kuat untuk memenuhi ambisinya untuk membangun Jalur Sutra Maritim, dari Eropa ke negara penghasil minyak di Timur Tengah.
Pembangunan pelabuhan dibangun atas pinjaman dana dari Cina dan dibangun pada masa Presiden Rajapaksa pada 2010. Pembangunan pelabuhan ini sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur negara setelah berakhirnya perang selama 26 tahun pada 2009 lalu.
ASIAN CORRESPONDENT | MARIA RITA