TEMPO.CO, Jakarta - Kepala lembaga antimonopoli Italia, Giovanni Pitruzzella, meminta negara-negara anggota Uni Eropa membentuk jejaring lembaga-lembaga publik untuk memerangi beredarnya berita-berita palsu. Dikatakannya, regulasi informasi miring di Internet paling baik dilakukan oleh negara ketimbang oleh perusahaan media sosial seperti Facebook.
Dalam wawancara dengan Financial Times, Jumat pekan lalu, Pitruzzella, Kepala Badan Kompetisi Italia sejak 2011, menyatakan negara-negara EU harus mendirikan lembaga independen yang dikoordinasikan oleh Brussels dan modelnya mengacu sistem badan-badan antimonopoli. Lembaga ini nantinya bisa dengan cepat melabeli suatu berita sebagai berita bohong, menghapusnya dari peredaran, dan menjatuhkan denda jika diperlukan.
Baca juga: Perampok Pulomas Ius Pane Baru Sebulan Keluar Penjara
Baca Juga:
"Melampaui batas dalam politik adalah salah satu yang mendorong populisme. Dan itu salah satu ancaman terhadap demokrasi kita," demikian Pitruzzella memperingatkan. "Kita telah melihat jalanan. Kita harus memilih apakah meninggalkan Internet seperti itu, menjadi dunia yang liar. Ataukah dibutuhkan aturan-aturan yang mengapresiasi cara berkomunikasi yang telah berubah."
Seruan Pitruzzella ini muncul di tengah tumbuhnya kecemasan dampak berita-berita bohong dalam politik di Barat, termasuk tahun lalu mengenai referendum Brexit di Inggris dan pemilu di Amerika Serikat.
Di Jerman, yang menghadapi pemilu parlemen tahun ini, pemerintah berencana menggulirkan undang-undang yang bisa menjatuhkan denda hingga 500 ribu pound sterling terhadap perusahaan yang mendistribusikan berita palsu.
Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni, yang berhaluan tengah-kiri, adalah korban dari berita bohong (hoax) pada hari-hari pertama bertugas pada Desember lalu. Sekutunya, bekas perdana menteri Matteo Renzi, juga pernah komplain tentang berita palsu di media sosial.
Facebook sudah menanggapi kritik bahwa pihaknya mengatasi merebaknya berita-berita bohong dengan mempermudah untuk melaporkan informasi yang sumbang atau palsu. Setelah suatu tuduhan berita palsu telah diverifikasi oleh pihak ketiga, artikel itu bakal diturunkan levelnya (downgrade).
Tapi Pitruzella tak puas. Dia tak mau memberikan tugas krusial itu kepada regulasi media sosial itu sendiri.
Sementara itu, Jerman, Inggris, dan Prancis menilai tahun ini ancaman teroris terbesar datang dari kelompok militan Islam seperti Islamic State (ISIS) dan simpatisannya.
Kanselir Jerman Angela Merkel dalam pidato menyambut tahun Baru 2017 mengatakan teror Islamis adalah ujian terbesar negeri itu. "Pada 2016, kita diserang di Wuerzburg, di Ansbach dan beberapa hari lalu pasar Natal di Berlin," kata dia.
Seperti dikutip Euronews, Merkel mendesak warga Jerman memadamkan populisme dan mengatakan Jerman harus berperan dalam menghadapi banyak tantangan yang dihadapi Uni Eropa.
Di Paris, Presiden Prancis Francois Hollande memberikan apresiasi tinggi atas ketangguhan rakyat Prancis. "Kalian terus melanjutkan hidup. Kalian bisa berbangga diri. Tapi kita belum selesai mengatasi terorisme. Vive la République! Vive la France," demikian pernyataan Hollande.
Hollande juga merujuk pemilihan presiden yang dijadwalkan antara April dan Mei. "Kurang dari lima bulan lagi, kalian harus membuat keputusan," ujar dia.
Adapun di London, Menteri Keamanan Inggris Ben Wallace mengungkapkan beberapa laporan bahwa ISIS memakai senjata-senjata kimia di Suriah dan Irak. Dia mengutip sebuah laporan Europol terbaru yang memperingatkan ancaman senjata kimia. "Para pakar sudah memperingatkan ambisi mereka dalam serangan dengan korban massal. Dan mereka tak punya batas moral," demikian pernyataan Wallace di Sunday Times.
FINANCIAL TIMES | EURO NEWS | DWI ARJANTO