TEMPO.CO, Sarangani - Tim Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kota Davao, Filipina, melakukan outreaching ke Pulau Balut dan Sarangani yang dihuni sebanyak 2.343 warga keturunan Indonesia.
Menurut rilis yang diterima Tempo dari KJRI Kota Davao pada 16 Desember 2016, Pulau Balut dan Sarangani yang berjarak sekitar 258 kilometer dari selatan Davao merupakan pulau kecil yang terletak di bagian paling selatan Mindanao.
Lokasinya terpencil serta sulit dijangkau, sehingga warga yang tinggal di Pulau Balut dan Sarangani minim akses informasi.
Baca:
Venezuela Resesi, Orang tua Buang Anak-anaknya
Remaja Ini Mau Bom Pasar Natal dan Gedung di Jerman, tapi...
Anggota staf KJRI Davao, Agus Madjid, dalam rilisnya menjelaskan, perjalanan dari Davao menuju Pulau Balut cukup menantang. Tim KJRI Davao memulai perjalanan dengan melewati jalur darat selama 4,5 jam menuju Pelabuhan Glan, Provinsi Sarangani. Dari Glan pada pukul 04.30 waktu setempat (saat air laut tenang), tim KJRI melanjutkan perjalanan laut dengan kapal sewa selama sekitar tiga setengah jam menuju Pelabuhan Mabila atau Mabias, Pulau Balut. Sebagai perbandingan, jika menggunakan kapal regular, waktu yang tempuh sekitar enam jam.
Dari Mabila, tim KJRI harus menempuh perjalanan dengan speed boat Philippine Coast Guard selama lebih-kurang 30 menit menuju Border Crossing Station (BCS) di Batu Ganding. Ini titik paling ujung bagian selatan Filipina, mengingat konsentrasi warga keturunan Indonesia tinggal dan menetap di Batu Ganding.
Pertemuan berlangsung khidmat dengan suasana penuh kekeluargaan dan dihadiri sekitar 120 warga keturunan Indonesia dari pulau-pulau sekitar.
Pada kesempatan tersebut, Konsul Jenderal Berlian Napitupulu menekankan arti penting kegiatan pendataan yang telah dilakukan dan proses penentuan kewarganegaraan, agar setiap warga keturunan Indonesia terhindar dari status tanpa kewarganegaraan (stateless).
“KJRI Davao memberikan kebebasan kepada setiap warga keturunan Indonesia dalam menentukan sikap dan pilihan kewarganegaraan dengan tetap mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku, baik di Filipina maupun Indonesia,” ucap Berlian.
Agus Majid berujar, hak dan kewajiban seorang warga negara mutlak untuk dimengerti semua warga keturunan Indonesia. Hal itu agar mereka dapat menentukan sikap dan pilihan yang paling memberi manfaat terhadap kehidupan masa depan mereka.
“Bagi warga yang berdasarkan kelahiran, silsilah orang tua, serta dokumen yang mereka miliki adalah WNI, KJRI Davao akan mengeluarkan dokumen yang diperlukan (paspor atau surat perjalanan laksana paspor atau SPLP), agar mereka tidak lagi menjadi undocumented dan terhindar dari status tanpa kewarganegaraan (stateless),” tutur Majid.
Bagi WNI yang memilih kembali ke Indonesia, KJRI Davao akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat serta daerah untuk mempersiapkan proses repatriasi dan relokasi tempat tinggal serta sumber penghidupan yang layak bagi mereka. Hal ini dilakukan karena pertimbangan sebagian besar dari mereka tidak lagi memiliki keluarga di Indonesia.
MARIA RITA