TEMPO.CO, Jakarta - Peraih Nobel Perdamaian tahun 2015 dari Tunisia, Ouded Bouchamaoui mengatakan dia meyakini bahwa dialog adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri konflik secara damai.
Keyakinan itu yang membuat Bouchamoui dan tiga rekannya memediasi terbentuknya dialog nasional dalam penyelesaian konflik yang dikenal sebagai Revolusi Melati 2011.
Baca:
Suu Kyi Tolak Bertemu Menlu Malaysia jika Bahas Rohingya
Dilarang Ikut Rapat, Wapres Filipina Mundur dari Kabinet
Transisi Tunisia menuju demokrasi pun berjalan dengan damai. Menurut Bouchamaoui, proses dialog yang dilakukan selama 3-4 tahun mampu meyakinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk mendukung penyelesaian Revolusi Melati dengan cara damai.
"Dialog menghormati semua suara. Kami dapat bersama-sama membangun masa depan kami. Bagi saya, ini perjalanan yang berat dan pengalaman yang indah," kata Bouchamaoui saat berkunjung ke Kantor Staf Kepresidenan didampingi Duta Besar Tunisia untuk Indonesia Mourad Belhassen, Senin, 5 Desember 2016.
Perempuan pengusaha yang saat ini menjabat Presiden Konfederasi Industri, Perdagangan, dan Kerajinan tangan mengatakan rakyat Tunisia sekarang merasakan manfaat dari proses dialog dalam mengakhiri revolusi. "Namun, saya di sini tidak untuk mengajari Anda, tapi mendiskusikannya," ujarnya.
Revolusi Melati merebak di Tunisia karena dipicu masalah korupsi, kemiskinan, tekanan politik dan berujung pada mundurnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali pada Januari 2011. Konflik kekerasan terjadi hingga perpecahan antara pemimpin Islam dengan pemimpin sekuler.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki yang memimpin pertemuan dengan Bouchamaoui mengatakan Indonesia perlu belajar dari Tunisia untuk membangun demokrasi pluralistik. Indonesia masih berproses agar demokrasi bekerja untuk kepentingan rakyat, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan mengurangi tingkat korupsi.
Pelajaran yang patut dipetik dari pengalaman Tunisia, menurut Teten, adalah kelompok-kelompok yang bertikai di Tunisia dapat duduk bersama untuk membicarakan masa depan mereka, membuat kelompok buruh dapat mencari titik temu bersama dengan kelompok bisnis.
Duta besar Tunisia untuk Indonesia, Mourad Belhassen memuji Bouchamaoui sebagai pengusaha perempuan Tunisia yang berhasil membangun dialog politik yang sangat berharga untuk diketahui banyak orang.
Bouchamaoui diganjar Nobel perdamaian pada 2015 bersama tiga rekannya yang disebut sebagai Kuartet Dialog Nasional Tunisia. Kuartet ini meliputi 4 perwakilan lembaga masyarakat sipil Tunisia yakni, Organisasi Buruh (General Labor Union), Konfederasi Industri, Perdagangan, dan Kerajinan Tangan Tunisia, Liga Hak Asasi Manusia Tunisia, dan Pengacara Tunisia (Tunisian Order of Lawyers).
Mengutip NPR.ORG, 9 Oktober 2015, saat perwakilan Komisi Nobel Perdamaian menelepon Bouchamaoui untuk menanyakan siapa pemimpin Kuartet Dialog Nasional Tunisia, Bouchamaoui menjawab, “Ini kolaborasi. Kami melakukannya bersama-sama, kami berempat."
MARIA RITA