TEMPO.CO, Jakarta - Bom dan serangan udara kembali menghujani Aleppo, Suriah. Pengeboman yang berlangsung sejak Rabu, 16 November 2016, menewaskan 87 orang. Persediaan makanan dan kebutuhan sehari-hari pun makin menipis.
“Mohon doakan kami,” ucap dr Hatem, direktur rumah sakit anak di Aleppo, ketika diwawancarai CNN pada Kamis 17 November 2016.
Menurut staf Asosiasi Medis Suriah Amerika (SAMS), rumah sakit anak, Rumah Sakit Al Bayan, dan bank darah pusat di Aleppo menjadi tempat terparah akibat pengeboman. Bangunan di sekitarnya pun rata dengan tanah.
Baca:
Tim Donald Trump Godok Sistem Pendataan Imigran Muslim
Rusia Batal Jadi Anggota Pengadilan Kriminal Internasional
Jumlah korban diperkirakan akan bertambah. Tim medis pertahanan sipil Suriah, Bebars Meshaal atau yang biasa disebut Helm Putih, terus melakukan pencarian dan telah menemukan delapan korban lagi.
Aktivis dan pengamat di Aleppo mengatakan serangan udara kali ini merupakan yang terburuk yang pernah terjadi. Tak kurang dari 350 ribu jiwa terjebak di sana, hanya segelintir dokter yang tersisa, dan persediaan sembako hampir tidak ada.
“Pengeboman ini sadis. Sebelumnya tidak pernah ada pengeboman semacam ini,” ujar Ibrahim Abu al Layit, juru bicara pertahanan sipil Suriah di Aleppo. Dia juga menambahkan, helikopter dan jet tempur masih berlalu-lalang di langit Aleppo.
Penyerangan yang dilakukan pemerintah Suriah dan Rusia ini terjadi seusia gencatan senjata selama tiga minggu. Menurut pemerintah Suriah, serangan udara kemarin sebagai pendahuluan operasi militer menyusul serangan darat yang dilakukan Rusia.
Tak hanya menerjunkan pasukan darat, Rusia juga meluncurkan jet tempur dari kapal induknya, Laksamana Kuznetsov. “Pertama kalinya dalam sejarah, kapal induk Laksamana Kuznetsov ikut dalam pertempuran,” kata Sergei Shoigu, Menteri Pertahanan Rusia, kepada Al Jazeera pada Selasa, 15 November 2016.
Pemerintah Suriah menyebutkan target operasi militer kali ini adalah markas teroris dan memotong jalur suplai mereka. Teroris yang dimaksud adalah pemberontak yang menentang rezim Assad.
CNN | BRIAN HIKARI | MR