TEMPO.CO, Moskow - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov khawatir akan adanya milisi bersenjata yang menyusup di antara warga sipil yang mengungsi dari Aleppo, Suriah. Kekhawatiran itu disampaikan Lavrov dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry via telepon, Kamis, 20 Oktober 2016.
Dalam pembicaraan tersebut, Lavrov menyatakan tidak hanya warga sipil yang diberi kesempatan untuk meninggalkan kota, tapi juga anggota kelompok yang memiliki senjata ilegal. Kelompok militan asal Aleppo itu tidak saja menghentikan gencatan senjata, tapi juga menghambat evakuasi penduduk.
"Anggota kelompok yang memiliki senjata ilegal juga diberi kesempatan untuk meninggalkan kota tanpa adanya pemeriksaan yang lebih ketat. Milisi ini mengganggu jalannya evakuasi penduduk dengan melakukan pembakaran," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia yang dilaporkan kantor berita TASS.
Dalam pembicaraan dengan Kerry itu, Lavrov mengingatkan kembali kesepakatan kedua negara untuk terus bekerja sama terkait dengan hal tersebut. "Perlu ditekankan lagi bahwa Amerika Serikat harus memenuhi janji untuk memisahkan kelompok milisi yang pro-oposisi dan kelompok teroris."
Stasiun televisi Suriah melaporkan kelompok pertama pendukung ekstremis mulai meninggalkan Aleppo bersama keluarga mereka lewat pos pemeriksaan di Jalan Castello.
Tentara Suriah meminta semua warga dan milisi di Aleppo memanfaatkan jeda kemanusiaan dan segera meninggalkan distrik timur kota itu. Aparat menjamin keamanan warga dan kendaraan yang menggunakan koridor Duvar-Dzhandul. Konvoi bus dan relawan Bulan Sabit Merah Suriah siap mengevakuasi dan menemani pengungsi.
Enam koridor kemanusiaan dibentuk untuk warga sipil dan dua koridor untuk para milisi sepanjang jeda kemanusiaan yang berlangsung mulai pukul 08.00 hingga 19.00 waktu Moskow, atau pukul 05.00 hingga 16.00 GMT.
TASS | MARIA FRANSISCA | NATALIA SANTI