TEMPO.CO, Beijing - Pemerintah Cina menyatakan bahwa akan mendukung kampanye anti-narkoba kontroversial yang dilancarkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, dalam sebuah pernyataan pada Jumat, 14 Oktober 2016 bahwa pemerintah mendukung dan memahami perang terhadap narkoba oleh Presiden Duterte.
"Kami memahami dan mendukung kebijakan Filipina untuk memerangi obat di bawah kepemimpinan Presiden Duterte," kata Shuang, seperti yang dilansir The Straits Times, pada Jumat, 14 Oktober 2016.
Berita lainnya: Dukun Pengganda Duit di Depok Dapat Ilham dari TV
Presiden Duterte akan mengunjungi Cina pekan depan. Ini akan menjadi kunjungan pertamanya ke luar negeri di luar Asia Tenggara sejak menjadi presiden pada Juni. Kunjungan itu sekaligus upaya pemulihan hubungan dengan Beijing yang tegang oleh sengketa di Laut Cina Selatan.
Presiden berusia 70 tahun tersebut akhir-akhir ini kerap mengeluarkan pernyataan untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan Cina dan Rusia sementara meluncurkan kritikan melawan Amerika Serikat, sekutu utama Filipina dan bekas penguasa kolonial.
Komentar Presiden Duterte kebanyakan diluncurkan untuk menanggapi tanggapan Amerika Serikat terhadap perang melawan kejahatan, yang telah meningkatkan kekhawatiran tentang pembunuhan di luar hukum.
Simak juga: 5 Kiat Aman Menekan Nafsu Makan
Presiden Duterte bahkan telah membatalkan patroli bersama dengan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan, mengatakan dia mungkin akan meminta tentara meninggalkan Filipina dan mengancam untuk memutuskan hubungan sama sekali.
Presiden Duterte juga telah mengejek Presiden AS, Barack Obama, sebagai "anak jalang" yang prihatin tentang hak asasi manusia dalam perang narkoba.
Sebaliknya, Presiden Duterte menggambarkan pemimpin Cina Xi Jinping sebagai "seorang presiden yang hebat" dan memuji Cina dan Rusia yang menunjukkan rasa hormat dengan tidak mengkritik tindakan keras terhadap kejahatannya.
Lebih dari 3.000 orang telah tewas dalam perang terhadap narkoba sejak kampanye dimulai oleh Presiden Duterte pada 30 Juni 2016.
STRAITS TIMES | ASIA CORRESPONDENT | YON DEMA