TEMPO.CO, Jakarta - Meninggalnya Bhumibol Adulyadej membuat jagat politik kehilangan sosok yang sering menjaga keutuhan bangsa Siam. Bhumibol diberi keleluasaan menggunakan senjata pamungkasnya untuk mendamaikan kemelut politik yang kerap melanda Thailand. "Jika Anda tidak membantu mendorong demokrasi berjalan ke depan, negeri ini akan runtuh," kata Raja Bhumibol Adulyadej 2006 silam.
Sejak tahun 1932 lahir hak istimewa bagi raja Thailand melalui pemberlakuan undang-undang kerajaan konstitusional. Raja dilimpahi hak mutlak oleh seluruh rakyat untuk mengatasi krisis politik yang mengancam keutuhan bangsa. Tercatat Bhumibol kerap menggunakan hak nya sejak ia naik takhta tahun 1950.
Kisruh pertama yang dibereskan oleh Bhumibol terjadi tahun 1973, ketika kelompok mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan militer. Keadaan waktu itu sangat genting, Perdana Menteri Jenderal Thanom Kittikachorn memerintahkan tentara menembaki demonstran. Ratusan mahasiswa tewas di jalan-jalan kota Bangkok.
Baca:
Raja Thailand Bhumibol Adulyadej Mangkat
Raja Thailand Kritis, Parlemen Gelar Sidang Khusus
Raja Bhumibol Adulyadej, Dicintai Rakyatnya Dihormati Dunia
Raja kelahiran Massachusetts, Amerika Serikat 5 Desember 1927 langsung turun dan meminta Jenderal Thanom menghentikan aksinya. Sang jenderal dititahkan mengundurkan diri dan ia patuh. Akhirnya lahirlah Perdana Menteri Sanya Dharmasakti sebagai pemerintahan sipil yang berkuasa sampai 1975.
Kali lain Perdana Menteri Prem Tinsulanonda yang berkuasa tahun 1980 diselamatkan Raja Bhumibol dari ancaman kudeta militer. Kelompok pemberontak menghentikan aksinya, begitu Raja Bhumibol menyatakan dukungannya pada PM Prem. "Saya melakukan apa yang diperlukan, itu saja," ujarnya saat itu.
Tidak saja soal kudeta yang dihentikan Raja Bhumibol, contoh lain terjadi awal 1970-an Raja Bhumibol membantu menghentikan penghancuran pendukung komunis di provinsi-provinsi timur laut Thailand. Waktu itu militer Thailand menggempur desa-desa yang banyak dihuni warga komunis. Raja Bhumibol tiba-tiba berkunjung ke sana. Tidak berapa lama kemudian berdirilan sebuah bendungan yang mengairi ladang-ladang kering dan pemberontakan segera mereda.
Warga muslim Thailand di sebelah selatan juga pernah mengalami keampuhan hak istimewa Raja Bhumibol. Ia melawan gerakan separatis Islam dengan memberikan keleluasaan pada mereka untuk beribadat. Termasuk memberlakukan hukum Islam seprovinsi Pattani, Satun, dan Narathiwal.
Tahun 1992 Raja Bhumibol kembali melaksanakan hak istimewanya. Perdana Menteri Suchinda Kraprayoon yang dianggap bertanggungjawab atas tragedi yang menelan 40 korban jiwa akhirnya mengundurkan diri. Pertemuan empat mata dengan Raja ditambah tuntutan oposisi membuat Suchinda meletakan jabatan.
Model campur tangan Raja Bhumibol lainya terjadi tahun 2006. Waktu itu, suami Sirikit Kitiyakara itu menolak permintaan Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Ketua Pengadilan Administrasi mengeluarkan fatwa meminta Perdana Menteri Thaksin Shinawatra mundur.
Ia tak menyentuh pasal 7 konstitusi, yang mempersilakan raja menunjuk perdana menteri sementara. Bhumibol justru mengembalikan bola ke tangan ketiganya. "Kerajaan konstitusional tak memberi raja kekuasaan melakukan sekehendak hatinya," ujar Bhumibol.
Evan/PDAT Sumber Diolah Tempo