TEMPO.CO, New York - Komite Khusus Politik dan Dekolonialisasi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima resolusi yang menegaskan kembali hak rakyat di Sahara Barat, Saharawi, untuk menentukan nasibnya sendiri (right to self determination).
Komite yang juga disebut Komite Keempat menyatakan penerimaannya atas resolusi pemberian hak menentukan nasib sendiri rakyat Sahara Barat di dalam rapat pembahasan tentang dekolonialisasi di Majelis Umum PBB pada Senin, 10 Oktober 2016.
Baca:
Operasi Militer Myanmar Tewaskan 24 Rohingya
Eks Presiden Uni Soviet, Gorbachev: Dunia di Titik Berbahaya
Begini Tawaran Damai Versi Oposisi Kolombia
Mengutip Sahara Press Service, Dewan Keamanan PBB mengusulkan resolusi hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi politik yang langgeng dan dapat diterima semua pihak.
Sebanyak 25 negara termasuk Aljazair mengajukan resolusi ini. Mereka juga menyambut upaya Dewan Keamanan PBB dan utusan pribadinya untuk Sahara Barat, Christopher Ross, untuk melanjutkan perundingan yang ditangguhkan pada 2012.
Resolusi Dewan Keamanan PBB diterima secara bulat dengan mengundang pihak-pihak yang berkonflik, yakni Front Polisario dan Maroko dan negara-negara di sekitar kawasan untuk sepenuhnya bekerja sama dengan utusan PBB.
Seperti dalam laporan Newsweek, Sahara Barat berada di kawasan perairan Atlantik di Afrika Utara yang berbatasan dengan Maroko, Algeria, dan Mauritania. Spanyol menjajah Sahara Barat selama lebih seratus tahun terhitung sejak 1884.
Mayoritas penduduk Sahara Barat beragama Islam. Pada 1975, Maroko menganeksasi Sahara Barat tanpa pertumpahan darah. Sebanyak 350 ribu warga Maroko melakukan aksi damai memasuki wilayah Sahara Barat dan mengklaimnya sebagai wilayah Maroko. Spanyol pun bereaksi dengan menguasai wilayah masyarakat adat Saharawi dari Maroko dan Mauritania.
Dalam perjalanan, terbentuk gerakan Saharawi yang dinamai Front Polisario pada 1973 untuk menuntut kemerdekaan Sahara Barat dari Maroko dan Mauritania. Para pejuang Front Polisario melancarkan perlawanan gerilya untuk melawan Maroko dan Mauritania.
Konflik berakhir ketika usulan PBB untuk gencatan senjata diterima oleh pihak-pihak yang bertikai di Sahara Barat pada 1991. Proses pencarian solusi pun berlangsung di bawah payung PBB.
Namun Maroko menuding Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah bersikap tidak netral dan imparsial dalam menyelesaikan konflik di Sahara Barat.
SAHARA PRESS SERVICE | NEWSWEEK.COM | MARIA RITA