TEMPO.CO, Jakarta - Seberapa berbahaya ulama Fethullah Gulen bagi Turki dan dunia? "Sangat berbahaya. Saya ingatkan Anda untuk berhati-hati!"
Peringatan itu disampaikan Mehmet Akarca, penasehat senior yang bekerja pada Kantor Perdana Menteri Turki, Binali Yildrim.
Di kantor Mahmet Akarca yang bersih dan lapang di pusat kota Ankara, Mehmet menunjukkan foto-foto kudeta berdarah 15 Juli 2016 kepada 14 wartawan Asia Tenggara, termasuk Tempo, yang diundang pemerintah untuk berkunjung ke negara itu. Foto foto itu menggambarkan roket-roket diluncurkan tentara pemberontak ke parlemen dan sejumlah tempat di Turki.
Baca: Joshua Wong, Pemimpin Gerakan Anti-Cina Ditahan di Thailand
Darah berceceran. Tank militer Turki dihadang penduduk pro pemerintah -- adegan yang mengingatkan kita pada peristiwa Tiananmen, Cina, hampir tiga dasawarsa silam. Lalu Akarca memutarkan video pendek tentang kengerian kudeta. Suar roket dan pecahan mortir, teriakan massa terekam jelas dalam video itu.
Akarca bekas wartawan televisi di Turki. Ia pernah berkeliling Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Malaysia untuk meliput. "Saya sampaikan pendapat saya sebagai bekas wartawan, " katanya. "Sebagai sesama kolega".
Seperti halnya suara pemerintah, Akarca menuding ulama Fethullah Gulen berada di belakang kudeta pada 15 Juli lalu. Gulen yang kini hidup di pengasingan di Pensilvania Amerika Serikat, awalnya adalah pendukung Partai Keadilan dan Pembangunan, partai pemerintah Recep Tayyip Erdogan.
Baca: Merpati Bawa Surat dari Milisi Pakistan ke PM India Dibui
Konflik dengan militer Turki membuat Gulen terlempar ke negeri asing. Belakangan ia berpisah jalan dengan Erdogan. Kepada wartawan Indonesia yang mengunjunginya beberapa bulan lalu, Gulen membantah mendalangi kudeta.
Pers Barat mencurigai Erdogan sendiri yang merancang kup itu sebagai alasan untuk melibas kaum pembangkang. Kurang dari 24 jam pemerintah berhasil menekuk militer pro kudeta. Fakta ini membuat media asing curiga: Erdogan telah menyimpan daftar musuh politiknya jauh sebelum kup terjadi. Sejauh ini pemerintah belum mengumumkan secara resmi penyelidikan mereka terhadap plot dan pelaku kudeta. Keterlibatan anggota parlemen juga baru sebatas rumor.
Tapi telunjuk memang telah diarahkan kepada Gulen. Pemerintah bahkan mencurgai Gulen menyebarkan pengaruh ke penjuru dunia lewat sekolah dan yayasan sosial yang ia bangun. Kepada sejumlah negara, pemerintah Erdogan telah mengeluarkan ultimatum agar membubarkan sekolah Gulen termasuk di Indonesia. Erdogan menyebut Gulen dan pengikutnya sebagai teroris.
"Mengapa Anda baru menyadari bahaya Gulen sekarang -- mengapa tidak sebelum kudeta?" seorang wartawan menyergah. Saya menangkap kesan wartawan itu tak percaya pada keterangan lawan bicaranya.
Baca: Yahoo! Diam-diam Pasok Data E-Mail Pelanggan ke Intelijen Amerika
Akarca menjelaskan bahwa awalnya pemerintah Turki tidak menyadari akan bahaya Gulen. Sejumlah anggota parlemen menyesalkan intelijen yang lalai mengendus potensi bahaya.
Ia menekan modus operandi sekolah-sekolah Gulen untuk merekrut pendukung. "Lewat pendidikan, mereka mencuci otak anak anak kita," katanya.
Di Indonesia ada 9 sekolah yang disebut Kedutaan Besar Turki berafiliasi Gulen. Saya ingat salah satu keponakan saya merupakan murid Bilingual Boarding School di Depok -- salah satu sekolah yang digugat pemerintahan Erdogan.
"Bagaimana mungkin sekolah itu mencuci otak muridnya. Di Indonesia, sekolah internasional tetap diwajibkan menyerap kurikulum nasional?" Saya menyergah.
Baca: Obama Kritik kebijakan Perangi Narkoba, Duterte: Go to Hell!
Akarca tersenyum. Katanya brainwashing itu sangat halus. Mereka mungkin saja tidak mengajarkan sesuatu yang buruk, tapi ketika dibutuhkan mereka akan merekrut lulusan sekolah itu menjadi bagian dari pergerakan. Lima belas persen saya dari murid murid itu berhasil direkrut sudah sangat lumayan, katanya. "Indonesia negara kaya. Boleh jadi mereka cuma ingin mengeruk keuntungan," katanya lagi.
Bahaya laten Gulen tampaknya telah jadi jamak di Turki. Tak cuma partai pemerintah, partai oposisi pun berpedapat yang sama tentang kudeta 15 Juli. "Saya yakin 100 persen, Gulen bertanggungjawab atas kudeta,"kata Erkan Akcay, Wakil Ketua Partai Gerakan Nasionalis, salah satu partai oposisi.
Matahari makin tinggi di Ankara, Senin 3 oktober lalu. Mehmet Arkarca menutup pertemuan dengan sebuah peringatan kepada sesama "kolega wartawan". Katanya, dahulu pemerintah Erdogan sangat dekat dengan Gulen. Kini mereka berpisah jalan. Akarca berkata, "Bahkan dengan ayah sendiri Anda tak boleh begitu saja percaya".
ARIF ZULKIFLI (Ankara)