TEMPO.CO, Bogota - Perjanjian damai pemerintah Kolombia dengan kelompok pemberontak komunis FARC tidak mendapatkan dukungan rakyatnya. Perkiraan Presiden Juan Manuel Santos meleset. Mengapa?
Menurut pemimpin oposisi yang mengkampanyekan penolakan berdamai dengan FARC, Alvaro Uribe, FARC mestinya diadili atas berbagai kejahatan yang dilakukan selama 52 tahun. FARC, menurut dia, tidak pernah diberi kursi di kongres.
Baca: Di Luar Dugaan, Rakyat Kolombia Tolak Berdamai dengan FARC
Kampanye Uribe, mantan Presiden Kolombia yang berpengaruh, ternyata mendapat dukungan rakyat Kolombia. Dalam referendum nasional yang diadakan pada Minggu, 2 Oktober 2016, 50,10 persen suara menolak mendukung persetujuan damai dengan FARC. Sisanya memberikan dukungan.
"Saya memilih 'tidak'. Saya tidak mau mengajarkan anak-anak saya bahwa segala sesuatu dapat dimaafkan," kata Alejandro Jaramillo, 35 tahun, yang marah karena pemberontak FARC tidak dijatuhi hukuman.
"Kesepakatan ini memberikan banyak konsesi kepada gerilya. Mereka mengubah strategi dari bersenjata ke politik, tapi tujuan tetap sosialisme," kata Javier Milanes, 34 tahun, pemilik restoran yang juga memilih kata no dalam referendum.
Baca: Hanya 10 Negara Hidup Damai di Dunia Selama 2016!
Dalam kesepakatan damai yang diteken Presiden Juan Manuel Santos dengan pemimpin FARC, Timochenko, pekan lalu, disebutkan FARC akan mendapat sepuluh kursi di kongres hingga 2026. FARC akan menjadi partai politik yang dapat bertarung dalam pemilihan presiden 2018.
Proses perjanjian damai dengan FARC telah berlangsung sejak empat tahun lalu di Havana, Kuba. Santos tak menyangka proses panjang itu mentok dalam referendum yang diikuti lebih 90 persen rakyat Kolombia.
Baca: Waspada, Kelompok Ekstremis Bertambah Kuat di Asia Tenggara
"Kita harus mengakhiri 52 tahun perang dan membuka jalan damai, damai yang akan membawa kita ke masa depan yang lebih baik. Damai merupakan jalan untuk memastikan anak-anak dan cucu kita hidup lebih baik di negara ini," ujar Santos setelah memberikan suaranya dalam referendum.
FARC atau Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia yang jumlahnya berkisar 7.000 orang sepakat meletakkan senjata dan bertarung lewat jalur politik. Ternyata, FARC belum mampu merebut hati rakyat Kolombia. Butuh proses lebih untuk meyakinkan rakyat Kolombia tentang keputusan untuk berdamai.
TRUST.ORG | NEW YORK TIMES | MARIA RITA