TEMPO.CO, Bogota - Di luar dugaan, mayoritas warga Kolombia menolak persetujuan damai yang disepakati antara kelompok pemberontak komunis FARC dengan Pemerintah Kolombia. Dalam referendum nasional yang digelar pada Minggu, 2 Oktober 2016, sebanyak 50,2 persen menolak persetujuan damai dan 49,8 persen mendukung persetujuan damai itu.
Referendum yang diikuti 99 persen warga Kolombia, awalnya diprediksi mayoritas warga Kolombia akan memberikan dukungan atas persetujuan damai yang dilakukan FARC dengan Pemerintahan Presiden Juan Manuel Santos.
"Saya tidak akan menyerah. Saya akan melanjutkan upaya mencari cara untuk berdamai hingga mandat saya terakhir," kata Santos melalui siaran televisi sebagai bentuk pengakuan atas kekalahannya, mengutip dari New York Times, 2 Oktober 2016.
Baca: Pemerintah Kolombia Berdamai dengan Pemberontak FARC
Santos kemudian memerintahkan tim negosiatornya kembali ke Kuba pada Senin, 3 Oktober 2016, untuk berkonsultasi dengan para pemimpim FARC yang menunggu hasil referendum nasional.
"Kita harus mengakhiri perang selama 52 tahun dan membuka jalan untuk damai. Damai adalah jalan untuk memastikan anak-anak kita dan cucu kita memiliki negara yang lebih baik," kata Santos saat memberikan suaranya dalam referendum.
Kelompok oposisi atas kesepakatan damai yang dipimpin mantan Presiden Alvaro Uribe mengatakan jika referendum dimenangkan oleh suara yang menolak, maka Pemerintah harus kembali ke meja perundingan.
Oposisi menganggap Pemerintah memenangkan FARC dan memberikan contoh buruk kepada gangster kriminal untuk menang dengan membuat kesepakatan damai.
Baca: Pemberontak Kolombia, FARC, Serahkan Asetnya untuk Korban
Pemimpin FARC termasuk Timochenko dan Ivan Marquez duduk di kursi dilapisi kulit di Club Havana, klub yang berada di kawasan pantai yang paling eksklusif di Kuba sejak pagi. Mereka duduk sambil menonton penayangan hasil referendum melalui televisi berlayar datar. Suasana di klub itu seperti sedang berpesta ditingkahi tawa dan canda dari para gerilyawan sambil menikmati makanan ringan, merokok, dan menikmati sajian di bar.
Sesaat setelah hasil referendum mulai ditayangkan, para komandan FARC berbicara lewat telepon genggam dengan nada suaranya dimatikan, lalu secepatnya mereka menggelar rapat dan meminta para jurnalis keluar ruangan.
"FARC sangat kecewa terhadap kekuasaan merusak dari mereka yang menabur kebencian dan balas dendam yang telah mempengaruhi opini masyarakat," kata Timochenko usai mengetahui hasil referendum di Kolombia.
Baca: Indonesia Menyaksikan Penandatanganan Perdamaian Colombia
Meski begitu, Timochenko berkomitmen untuk tetap berupaya untuk berdamai. "FARC mengulangi keinginannya untuk berdamai dan kemauan kami ini hanya dengan menggunakan kata-kata sebagai senjata untuk membangun masa depan," ujarnya.
FARC atau Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia melakukan gerilya selama setengah abad melawan Pemerintah Kolombia. Selama pemberontakan berlangsung, lebih dari 220 ribu orang tewas dan sekitar 8 juta penduduk meninggalkan rumah mereka mencari tempat yang aman.
Pekan lalu, Santos dan Pemimpin FARC Timochenko menandatangani kesepakatan damai. Acara penandatangan persetujuan damai merupakan puncak dari serial negosiasi yang berlangsung bertahun-tahun di Havana.
Penekenan kesepakatan damai yang dilakukan Santos dan Timochenko disaksikan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, dan Presiden Kuba Raul Castro.
Baca: Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia | FARC
Untuk membuktikan kesungguhan FARC berdamai dengan Kolombia, para pemimpin FARC dua kali berkunjung ke lokasi yang paling banyak terjadi kekerasan. Mereka meminta maaf atas kejahatan pasukannya dan berdiskusi dengan masyarakat tentang cara mereka memberikan kompensasi kepada seluruh korban.
Pada hari Sabtu, 1 Oktober 2016, dengan dihadiri para pengamat PBB, FARC secara sukarela menghancurkan 620 kilogram granat dan peledak ringan. FARC juga mengatakan akan memberikan kompensasi kepada seluruh korban dengan sumber keuangan yang dimiliki dan lahan-lahan yang dikuasai selama 52 tahun berperang.
Atas tercapainya kesepakatan damai, Uni Eropa telah mengumumkan akan mencabut nama FARC dari daftar hitam organisasi teroris global.
NEW YORK TIMES | INDEPENDENT | MARIA RITA