TEMPO.CO, London - Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris dan Irlandia Dr. Rizal Sukma menyatakan Inggris harus segera menentukan peran apa yang ingin dimainkan di Asia Timur, kawasan yang kini menjadi pusat gravitas dunia.
“Apabila Inggris ingin berperan besar secara global, Inggris harus segera mendefinisikan tempat dan perannya di kawasan Asia Timur. Inggris juga harus membangun hubungan yang kuat dengan Cina dan India. Di samping itu, Inggris juga harus memperkuat hubungan dengan ‘the fulcrum of East Asia’ yaitu ASEAN dan Indonesia,” kata Dubes Rizal dalam diskusi bertajuk “Britain’s Place in the World” di Carlton House, London, 29 September 2016.
Baca: CIA Berencana Bunuh Presiden Duterte
Acara diskusi tersebut diselenggarakan Conservative Foreign and Commonwealth Council (CFCC) dan diikuti lebih dari 90 anggota CFCC. Sejumlah pembicara lainnya adalah Dubes Yordania untuk Inggris, empat anggota parlemen House of Commons dan House of Lords, juga dari kalangan akademisi seperti Dr Brookes Newmark dari Oxford University, Dr. Mark Stanford dari King’s College, dan Dr Rem Kortewegdari Centre for European Reform.
Dubes Rizal menyatakan keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan mendorong negara itu untuk memusatkan sumber daya dan perhatian pada negosiasi di banyak bidang. Hal ini mengingat kedekatan hubungan ekonomi Inggris dengan Uni Eropa. Sementara pada saat yang sama ada aspirasi agar Inggris berperan besar di tingkat global.
Menurut Rizal, Inggris telah memiliki pengaruh yang cukup kuat di kawasan Asia. Hal ini ditunjukkan dengan pengetahuan masyarakat di negara-negara Asia seperti Indonesia yang mengenal dengan baik tim-tim sepak bola Inggris dan grup-grup band. Inggris juga tetap menjadi negara favorit bagi pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.
Baca: Donald Trump Langgar Embargo AS, Berbisnis di Kuba
Mengutip tulisan Menlu Inggris Boris Johnson yang berkunjung ke Indonesia pada 2014, Rizal menyatakan bahwa Inggris mempunyai soft power yang sangat besar di kawasan yang bisa terus diperkuat.
Paparan Dubes Rizal mendapat sambutan hangat para peserta diskusi. Senada dengan Rizal, Dubes Yordan untuk Inggris menyatakan bahwa selain Asia, Inggris juga dapat berperan lebih besar di kawasan Timur Tengah.
Kalangan akademisi, Dr. Rem Korteweg menyebutkan pasal 50 dari Perjanjian Lisbon yang mengatur keluarnya suatu negara dari keanggotaan Uni Eropa, baru merupakan langkah awal dari proses negosiasi.
Baca: Pasifik Tantang Indonesia Bongkar Pelanggaran HAM di Papua
Sependapat dengan Rizal, Korteweg menyatakan Inggris sebaiknya tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada pembentukan kembali pola hubungannya dengan Uni Eropa. Tapi juga harus segera membangun hubungan yang lebih erat dengan negara-negara di berbagai kawasan termasuk Asia.
Lord Michael Jay, anggota Parlemen Inggris dari House of Lord, mengatakan bahwa pasca Brexit, Inggris harus membangun hubungan bilateral secara lebih aktif dengan memperkuat kantor-kantor perwakilannya di luar negeri termasuk British Council dan BBC.
Sejak hasil referendum yang dimenangkan oleh para pendukung Brexit diumumkan secara resmi pada 24 Juni 2016, hingga saat ini Inggris belum mengaktifkan pasal 50 dari Perjanjian Lisabon tersebut. Diskursus mengenai waktu yang tepat bagi Inggris untuk mengaktifkan pasal 50 tersebut hingga kini juga terus bergulir.
NATALIA SANTI