TEMPO.CO, Johannesburg - Konvensi Internasional Perdagangan Spesies Langka (CITES) dihelat hari ini di Kota Johannesburg, Afrika Selatan. Salah satu agenda pentingnya adalah membahas maraknya perdagangan trenggiling yang mengakibatkan hewan pemakan semut itu menuju kepunahan.
Pertemuan CITES kali ini dapat berakhir dengan keputusan melarang semua perdagangan hewan bersisik ini di dunia. "Trenggiling saat ini dianggap sebagai mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia," kata Kepala CITES John Scanlon dikutip dari Phys.org, Senin, 26 September 2016.
Dalam satu dekade terakhir, sekitar satu juta trenggiling diburu di alam liar. Permintaan tinggi terhadap daging dan bagian tubuh lain membuat hewan ini menuju kepunahannya. "Terjadi lonjakan besar perburuan ilegal trenggiling demi daging dan kulitnya," tutur Scalon.
Permintaan yang tinggi terhadap keluarga Manidae ini umumnya datang dari Cina dan Taiwan. Alasannya, daging mereka dianggap lezat serta dijadikan bahan dalam obat tradisional.
"Hukum yang ada jelas gagal melindungi trenggiling dari pemburu. Larangan perdagangan internasional yang lengkap yang dibutuhkan sekarang," kata Heather Sohl, penasihat satwa liar WWF. Saat ini, CITES masih memungkinkan perdagangan trenggiling dilakukan. Tapi, di bawah kondisi pengawasan yang ketat.
Ada empat spesies trenggiling di Afrika dan Asia. Saat ini populasi mereka di Asia di ambang kepunahan. Sedangkan di Afrika, jumlah mereka menurun cepat. Pakar trenggiling dari Uni Internasional untuk Konversi Alam Dan Challender mengatakan, berdasarkan penelitian pada awal 2000-an, populasi Trenggiling di Cina menurun hingga 94 persen.
AHMAD FAIZ | PHYS