TEMPO.CO, Kairo - Seorang anggota parlemen Mesir pada Selasa, 20 September 2016 mendukung pelarangan pemakaian cadar atau niqab di negaranya. Hal ini, karena menganggap cadar merupakan budaya Yahudi.
Amina Nasir yang juga merupakan profesor filsafat Islam di Universitas Al-Azhar mengatakan bahwa cadar merupakan tradisi Yahudi yang kemudian diadopsi oleh suku-suku Arab sebelum Islam.
Pernyataan Nasir tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh parlemen Mesir pada Maret lalu tentang pelarangan cadar di tempat-tempat umum dan lembaga pemerintahan.
Meskipun menutupi rambut di depan umum adalah umum bagi perempuan di Mesir, sebuah negara mayoritas Muslim, mengenakan niqab masih cukup langka.
Nasir mengatakan bahwa alasan utamanya untuk mendukung RUU adalah untuk menjaga keamanan, karena menutupi wajah mengarah ke ketidakpastian. Dimana orang telah menggunakan cadar sebagai penutup untuk melakukan kejahatan dan mengambil bagian dalam protes.
RUU tersebut dibuat lima bulan setelah Universitas Kairo melarang mahasiswinya mengenakan niqab, karena akan menyebabkan "komunikasi yang buruk" selama kuliah. Universitas Kairo juga melarang perawat dan dokter mengenakan cadar penuh di sekolah-sekolah medis dan rumah sakit untuk melindungi hak dan kepentingan pasien.
Ini bukan pertama kalinya Nasir memberikan pernyataan yang sentimentil, awal tahun ini dia mengatakan menutupi wajab secara penuh dengan kerudung bukan persyaratan dalam Islam. Menurutnya dalam al-Quran hanya mewajibkan untuk menutupi rambut bukan wajah.
MIDLE EAST EYE|YON DEMA