TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla sedang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok di Pulau Margarita, Venezuela. Dalam sesi debat umum, Kalla mengatakan reformasi internal dibutuhkan Gerakan Non-Blok.
"Tantangan utama bukan lagi perang dingin, tapi ketidakmerataan dan kesenjangan pembangunan," kata Kalla dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 18 September 2016.
Konflik internal dan antarnegara Gerakan Non-Blok juga menjadi tantangan lain yang harus dihadapi. Menurut Wapres, anggota GNB harus kembali ke prinsip, nilai dasar, dan memperhatikan perkembangan realitas saat ini.
Sebagai bentuk implementasinya, anggota GNB harus bisa meningkatkan perannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Secara khusus, negara-negara Non-Blok menjadi yang terdepan dalam mempromosikan penyelesaian sengketa secara damai. Kalla mengungkapkan rencana Indonesia mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Selain itu, Kalla melanjutkan, kerja sama anggota GNB pun diminta fokus. Ada tiga aspek kerja sama yang perlu diutamakan. Pertama ialah memperkuat budaya perdamaian global.
Lalu memperkuat tata pemerintahan (good governance) dan demokrasi agar potensi terorisme dan radikalisme bisa ditekan. Ketiga, meningkatkan kerja sama pembangunan, khususnya melalui Kerja Sama Selatan-Selatan.
Dalam pidatonya, Kalla menyinggung ihwal warga Palestina. Dia menyebut negara-negara Gerakan Non-Blok masih berutang kepada Palestina, yaitu mengenai kemerdekaan. Wapres kembali menyerukan agar GNB memberikan dukungan penuh kepada kemerdekaan Palestina, termasuk terhadap proses perdamaian dalam mewujudkan solusi dua negara.
Menurut dia, 120 negara anggota GNB atau 60 persen dari anggota PBB memiliki daya tawar. Hal itu bisa memberikan keberhasilan kepada GNB dalam mencapai visinya dan mengatasi tantangan global.
Rangkaian KTT GNB ke-17 berlangsung pada 13-18 September 2016 di Venezuela. Pertemuan tingkat kepala negara dan pemerintahan berjalan 17-18 September 2016 dan dihadiri sejumlah kepala negara dan pemerintahan negara anggota. Konferensi kali ini mengambil tema peace, sovereignty and solidarity for development.
ADITYA BUDIMAN