TEMPO.CO, Riyadh - Raja Arab Saudi, Salman Abdulaziz Al Saud, dalam sebuah pernyataan pada Selasa, 13 September 2016, mengharamkan setiap upaya dari pihak-pihak yang ingin mempolitisasi pelaksanaan ibadah haji. Dia mengalamatkan pernyataannya itu kepada Teheran, yang dinilai mempolitisasi ibadah haji sehingga hubungan dengan Riyadh menjadi tegang.
Untuk pertama kalinya dalam 30 tahun, sekitar 64 ribu calon haji dari Iran tidak menunaikan rukun Islam yang kelima tersebut pada tahun ini setelah kedua negara bertetangga itu gagal mencapai kesepakatan dalam isu keamanan dan logistik. Menurut Raja Salman, hal yang paling disesalkan dalam perselisihan diplomatik dengan Iran adalah ketika Teheran mengeluarkan pernyataan memprotes Riyadh dengan mengajak negara muslim lain.
Baca Juga: Payung Pintar Ini Bantu Para Haji di Arab Saudi
"Pemerintah Saudi menolak setiap upaya mengaitkan ibadah haji dengan setiap tujuan politik. Tugas memperlakukan tamu Allah merupakan penghargaan buat pemerintah Saudi," katanya, seperti dilaporkan Daily Mail.
Raja berusia 80 tahun tersebut juga menegaskan bahwa rakyat Iran masih bisa menunaikan haji jika mereka datang dari negara lain dan bukan secara langsung dari Iran.
Kemelut Riyadh-Teheran tercetus sejak masa haji tahun lalu, menyusul tragedi desak-desakan yang menewaskan sekitar 2.300 jiwa.
Simak: 147 WNI Overstay Masuk Daftar Hitam Arab Saudi
Jemaah Iran merupakan korban paling banyak dalam insiden itu dengan jumlah 464 orang, sehingga memicu ketidakpuasan Teheran terhadap tingkat keamanan yang diambil pemerintah Arab Saudi.
Menyusul kejadian itu, ketegangan di antara kedua negara terbesar di Timur Tengah tersebut semakin buruk dan gagal diselesaikan sebelum masa haji tahun ini berlangsung.
SAUDI GAZZETE | DAILY MAIL | YON DEMA