TEMPO.CO, Manila - Juru bicara Kepolisian Kota Davao, Filipina, Inspektur Kepala Catherine Del Rey, mengatakan jumlah korban ledakan di pasar Roxas di dekat Universitas Ateneo Davao meningkat menjadi 15 orang. Sedangkan korban terluka bertambah menjadi 69 orang. “Itu adalah tindakan terorisme,” ujarnya, seperti dilansir CNN, Jumat malam, 2 September 2016.
Menurut Catherine, pasar Roxas tergolong tempat ramai yang menarik ribuan pengunjung setiap hari. Ledakan yang terjadi pada Jumat malam itu dinilai sebagai pelanggaran hukum berat. Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas kejadian itu. Namun pemerintah Filipina menilai peristiwa tersebut ada kemungkinan sebagai pembalasan dari kelompok ekstremis.
Davao, yang berada di Mindanao, pulau di selatan Filipina, dikenal sebagai tempat pemberontak Islam pada dekade silam. Presiden Filipina Rodrigo Duterte diketahui berada di Davao pada Jumat ini, tapi dia aman. Bekas Wali Kota Davao itu berada di kantor polisi setempat setelah adanya ledakan.
Juru bicara Presiden, Martin Andanar, menyebutkan ada kemungkinan ledakan itu terjadi lantaran keterlibatan Islamis militan Abu Sayyaf. Ia juga mengatakan ada alat peledak yang diduga ditemukan di lokasi kejadian.
Martin menambahkan, Filipina bukan negara fasis. Pemerintah pun tidak bisa mengontrol pergerakan masyarakat di kota. Setiap warga Filipina pun bebas memasuki dan meninggalkan Davao.
CNN | DANANG FIRMANTO