TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Uzbekistan mengkonfirmasi kematian Presiden Islam Karimov, selang enam hari setelah dia dilarikan ke rumah sakit, yang diduga akibat perdarahan otak. Karimov meninggal di usia 78 tahun dan telah berkuasa selama 27 tahun.
Rencananya, Karimov akan dimakamkan di kota asalnya, Samarkand, dan ditetapkan akan ada hari berkabung selama tiga hari di negara itu. Pemakamannya akan disaksikan Perdana Menteri Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev.
Ucapan belasungkawa datang dari sejumlah pemimpin negara lain, seperti dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia menggambarkan Karimov sebagai negarawan yang telah memberikan kontribusi terhadap keamanan dan stabilitas Asia Tengah serta rakyat Uzbekistan mengalami kehilangan yang besar.
Perdana Menteri Turki Binali Yildrim sudah mengirimkan ucapan belasungkawa sebelum pengumuman resmi kematian Karimov disampaikan. Hal ini menimbulkan berbagai spekulasi bahwa pemerintah Uzbekistan menahan informasi itu.
Namun hal itu mungkin dilakukan karena pihak Uzbekistan fokus mempersiapkan pemakaman atau otoritas keamanan Uzbekistan mengulur waktu untuk mengawasi setiap informasi tentang adanya kekuasaan atau upaya merebut kekuasaan.
Wafatnya Karimov, yang terlalu lama memerintah tanpa pernah mengatakan siapa calon penggantinya, bisa berarti ada perebutan kekuasaan di balik layar. Jika mengacu pada era Uni Soviet, siapa pun yang memimpin tim pemakaman akan berakhir menjalankan pemerintahan negara itu nantinya.
Dalam hal ini, tentu Perdana Menteri Mirziyoyev adalah orang yang paling mungkin menggantikan Karimov.
Karimov dikenal sebagai pemimpin bertangan besi, dengan menyorot bahaya dari kelompok militan Islam di negara yang mayoritas penduduk muslim itu. Sebuah laporan PBB bahkan menyebut penyiksaan yang dilakukan Karimov sebagai satu hal yang sistematis.
BBC | DIKO OKTARA