TEMPO.CO, Sao Paolo - Pemakzulan Presiden Brasil Dilma Rousseff, 68 tahun, membuat marah para pendukungnya. Mereka merusak bangunan, melakukan pembakaran, dan bentrok dengan polisi di Sao Paolo, kota terbesar di Brasil.
Dalam pemungutan suara di senat pada Rabu malam, 31 Agustus 2016, 61 suara memberikan dukungan pemakzulan Rousseff sebagai Presiden Brasil. Alasannya, pengadilan pemakzulan memutuskan Rousseff bersalah melanggar undang-undang mengenai anggaran. Adapun 20 suara tidak mendukung pemakzulan Rousseff.
Polisi berusaha menghalau para demonstran yang turun ke jalan-jalan di Kota Sao Paolo. Mereka melakukan perusakan, termasuk terhadap kendaraan polisi. Polisi kemudian menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran pendukung Rousseff.
Wakil Presiden Michel Temer yang akan naik menjadi presiden setelah Rousseff dimakzulkan berusaha menenangkan demonstran dengan mengatakan peristiwa pemakzulan ini sebagai momen pengharapan untuk membangun kembali kepercayaan di Brasil. "Ketidakpastian telah berakhir. Ini waktunya untuk mempersatukan negeri ini," ujar Temer, seperti dilansir CNN.
Rousseff, mantan gerilyawan Marxist, tetap teguh menyatakan tidak melakukan kejahatan, seperti yang dituduhkan lawan politiknya. Malah, tutur dia, ia bangga dengan komitmennya kepada negaranya.
CNN | MARIA RITA