TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay Jr menegaskan, tidak ada satu pun sandera warga negara Indonesia (WNI) yang tewas dalam operasi militer Filipina saat menyerbu markas Abu Sayyaf yang tengah berlangsung sejak beberapa waktu terakhir.
“Malah ada satu sandera Indonesia yang berhasil diselamatkan,” kata Perfecto kepada Tempo saat ditemui di Manila, Filipina, Senin malam, 29 Agustus 2016. Bahkan, dia melanjutkan, sandera ini mungkin saja sudah dipulangkan otoritas Filipina ke Indonesia. “Kalau sudah di-debriefing oleh otoritas Filipina.”
Perfecto menambahkan, pemerintah Indonesia juga bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI dalam operasi pembebasan sandera ini. Hal tersebut sesuai dengan kesepakatan kedua belah negara yang berlaku sejak 1972. Kerja sama itu berbentuk berbagi informasi dan pengawalan keamanan wilayah bersama.
“Jadi pihak keamanan RI dan pihak keamanan kami bisa ikut dalam kapal komersial yang perlu pengawalan," katanya. Selain itu, dia menuturkan, kerja sama dilakukan dalam bentuk patroli bersama.
Adapun pasukan militer Filipina dikabarkan masih melancarkan sejumlah operasi militer untuk menumpas basis kelompok Abu Sayyaf. Kementerian Luar Negeri RI terus meminta pemerintah Filipina memastikan intensitas operasi itu tidak mengancam keselamatan sandera WNI.
Direkrut Jenderal Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Muhammad Iqbal mengatakan komunikasi Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Luar Negeri Filipina terus terjalin. "Untuk memastikan bahwa langkah apa pun yang akan dilakukan pihak Filipina tetap mempertimbangkan keselamatan sandera," kata Iqbal lewat pesan pendek kepada Tempo, Senin, 29 Agustus 2016.
Dilansir dari situs Inquirer.net, Ahad kemarin, operasi militer berhasil menumpas tiga petinggi kelompok Abu Sayyaf. Mereka tewas dalam bentrok yang terjadi selama dua hari di daerah Patikul, Perairan Sulu, Filipina Selatan. Kepala Pasukan Komando Mindanao Barat (Wesmincom) Mayolargo de la Cruz mengatakan ketiga orang itu dipastikan adalah Mohammad Said alias Amah Maas, Sairul Asbang, dan Abu Latip.
Bentrok yang berlangsung selama dua hari sejak 26 Agustus lalu itu juga menyebabkan 17 prajurit Filipina terluka dalam bentrok. “Pasukan (Filipina) menemukan 10 tubuh yang tewas, termasuk tubuh Said,” kata Cruz.
Said diyakini sebagai tokoh yang berada di balik penculikan tiga warga negara asing dan seorang wanita Filipina di Pulau Samal pada September 2015. Mereka juga diyakini sebagai kelompok yang membantai dua warga Kanada, yaitu John Ridsdel dan Robert Hall.
Cruz memastikan operasi militer tidak mengancam nyawa setiap individu yang ditawan kelompok radikal itu. “Kami sangat berhati-hati. Selain itu, kami memiliki informasi intelijen tentang lokasi para sandera saat bergerak.”
BHM | YOHANES PASKALIS | BAGUS PRASETIYO