TEMPO.CO, Manila - Pemerintah Filipina dan pemberontak komunis menandatangani perjanjian gencatan senjata tak terbatas pada Jumat 26 Agustus 2016. Kesepakatan bersejarah ini merupakan bagian dari upaya untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir lima dekade dan menewaskan sedikitnya 40.000 orang.
Perjanjian tersebut sebagai bagian dari kesepakatan sebelum pertemuan Oslo dimulai pada Senin mendatang dan sesi perundingan resmi pertama sejak 2011.
"Ada rencana yang jelas untuk mempercepat perundingan perdamaian," Jose Maria Sison, pendiri Partai Komunis yang tinggal di Belanda, seperti dilansir Reuters.
Dia mengatakan perjanjian gencatan senjata termasuk jadwal untuk berbicara tentang reformasi politik, ekonomi dan konstitusional. Pembicaraan juga memetakan jalan menuju amnesti bagi tahanan politik.
Kedua belah pihak akan bertemu lagi pada 8 Oktober di Oslo, Norwegia yang memiliki peran sebagai fasilitator untuk proses perdamaian sejak 2001.
Perjanjian damai tersebut merupakan sebuah langkah maju dan pembuktian janji Presiden Rodrigo Duterte yang mengatakan bahwa ia ingin mengakhiri perang gerilya dengan dua kelompok baik dari komunis dan pemberontak Muslim yang telah menghambat pembangunan ekonomi.
Sekitar 4.000 Tentara Rakyat Baru (NPA), kelompok sayap bersenjata Partai Komunis, beroperasi terutama di timur dan selatan Filipina.
Mereka sangat aktif di daerah pedesaan, di mana mereka terkenal untuk memeras uang dari bisnis lokal. Mereka juga secara teratur menyerang polisi dan pasukan militer, kadang-kadang menargetkan mereka di daerah perkotaan.
Partai Komunis Filipina meluncurkan pemberontakan sejak 1968, menjadikan mereka sebagai pemberontakan yang terlama di Asia.
REUTERS | THE MANILA TIMES |YON DEMA