TEMPO.CO, Bangkok - Seorang wanita tewas sementara 30 lainnya terluka ketika dua bom meledak di tengah-tengah kota Pattani pada Selasa malam, 23 Agustus 2016.
Kepala Polisi Daerah setempat, Kirati Waeyusoh, mengatakan serangan bom pertama terjadi di tempat parkir di sebuah pusat hiburan pada pukul 23.00 (waktu setempat) dan tidak ada korban sedangkan serangan kedua yang menyebabkan jatuhnya korban terjadi di depan sebuah hotel.
"Ledakan bom kedua terjadi di pintu masuk Hotel Southern View tidak lama setelah kejadian pertama dan telah menyebabkan kebakaran besar. Ledakan disebabkan bom rakitan seberat 100 kg yang dipasang di dalam sebuah mobil," kata Waeyusoh, seperti dikutip dari portal kantor berita Malaysia, Bernama.
Waeyusoh juga mengatakan petugas pemadam kebakaran membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk memadamkan kebakaran yang terjadi susulan dari ledakan bom kedua itu, yang turut menyebabkan kerusakan besar pada tempat-tempat usaha di dekatnya.
Waeyusoh menambahkan polisi masih menyelidiki motif kejadian dan mereka yang bertanggung jawab atas kejadian ledakan bom itu.
The Southern Hotel terletak di daerah populer dengan turis-turis asing. Namun, semua korban, baik yang tewas maupun yang terluka, adalah penduduk lokal.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan, junta militer Thailand menepiskan adanya hubungan antara bom di Pattani tersebut dengan serangkaian bom yang menghantam tujuh provinsi di selatan Thailand awal bulan ini.
Menteri Pertahanan Prawit Wongsuwan mengesampingkan adanya hubungan antara serangan 11 bom awal bulan ini dengan bom kembar di Pattani.
"Saya yakin bahwa insiden di Pattani semalam tidak ada hubungannya dengan serangan di tujuh provinsi," kata Wongsuwan, seperti dilansir Reuters pada Rabu, 24 Agustus 2016.
Sejak 2004, serangan dengan intensitas rendah antara pasukan pemerintah dan pemberontak telah menewaskan lebih dari 6.500 orang di tiga provinsi selatan Pattani, Yala, dan Narathiwat yang berbatasan dengan Malaysia.
Pembicaraan damai antara pemerintah dan kelompok pemberontak dimulai pada 2013 di bawah pemerintahan sipil Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, namun telah terhenti sejak militer menggulingkan Shinawatra pada 2014.
Wongsuwan mengatakan pemerintah militer tidak akan mengadakan pembicaraan dengan kelompok separatis sampai ada perdamaian di kawasan itu.
REUTERS | BERNAMA | YON DEMA