TEMPO.CO, Damaskus -Kelompok penggiat hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, Amnesty International mengungkapkan data terbaru tentang kekejaman di dalam sejumlah penjara milik pemerintah Suriah yang menewaskan sekitar 18 ribu tahanan sejak tahun 2011.
Berdasarkan laporan investigasi Amnesty setebal 69 halaman, kematian 18 ribu tahanan warga Suriah disebabkan oleh penyiksaan, pemukulan, sengatan listrik dan pemerkosaan. Dari total jumlah tahanan yang meninggal, menurut Amnesty, rata-rata 300 tahanan meninggal setiap bulannya.
Nicolette Boehland, peneliti Amnesty, menuturkan lembaganya juga merekam kesaksian dari 65 mantan tahanan di sejumlah penjara di Suriah.
Misalnya seperti dikutip dari Dailymail, 17 Agustus 2016, kesaksian seorang mantan tahanan tentang pemukulan brutal di dalam sel. Tahanan lain berbicara tentang kaki mereka yang dicambuk selama interogasi, dipukuli dengan pipa plastik dan sejumlah penyiksaan kejam lainnya seakan mereka adalah binatang.
Tidak hanya tahanan pria yang disiksa, seperti dikutip dari Aljazeera, Amnesty juga merekam kesaksian Umm Omar, mantan tahanan wanita di penjara Aleppo. Umm Omar mengaku kekerasan mulai diterapkan kepada mereka sejak hari pertama mereka masuk penjara di Aleppo seperti ucapan selamat datang.
Mereka disambut dengan pemukulan menggunakan batangan besi, diperkosa sejak pemeriksaan keamanan pertama mereka di dalam penjara.
"Mereka memukuli saya hingga jatuh ke tanah dan kemudian menendang saya sampai saya pingsan," kata Umm Omar, yang dipenjara di kota Aleppo dan setelah sadar menemukan dirinya telah diperkosa.
Di satu penjara lainnya, tahanan pria diperintahkan untuk saling memperkosa dan praktek tak manusiawi ini menjadi hiburan bagi penjaga penjara. Sedangan tahanan perempuan diperkosa di depan anggota keluarga mereka sebagai cara untuk memaksa mereka memberikan pengakuan. Darah mengalir seperti sungai kecil disebabkan pukulan dan siksaan.
Kondisi sel penjara juga sangat memprihatinkan karena kelebihan kapasitas, sehingga tahanan terpaksa tidur berdesakan. Situasi ini digambarkan seperti kamar kematian. "Mereka berusaha menghabisi kami di sana," kata Jalal, mantan tahanan.
Direktur Amnesty International untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther mengatakan selama beberapa dekade, pasukan pemerintah Suriah telah menggunakan penyiksaan sebagai sarana untuk menghancurkan lawan-lawan mereka.
"Untuk itu kami meminta kekuatan asing untuk menghentikan penyiksaan itu dan mengadili orang-orang yang bertanggung jawab," kata Luther.
Perang sipil Suriah dimulai setelah pemberontakan besar-besaran menentang Presiden Bashar al-Assad pada Maret 2011. Awalnya oposisi hanya melakukan aksi damai, namun lama kelamaan berkembang menjadi perang bersenjata di hampir seluruh negeri.
Utusan khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, memperkirakan pada April lalu lebih dari 400 ribu warga Suriah tewas, meskipun ia mengatakan jumlah itu bukan statistik resmi dari PBB.
Hampir 11 juta orang, setengah populasi pra-perang di negara itu telah meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke berbagai tempat yang lebih aman, termasuk ke Eropa.
AL JAZEERA|DAILY MAIL | YON DEMA