TEMPO.CO, Jakarta - Perang saudara di Yaman, menurut sejumlah laporan, mengakibatkan negara tersebut kehilangan US$ 14 miliar atau sekitar Rp 184 tirliun. Kerugian sebesar itu, sebagaimana dilaporkan kantor berita Reuters, akibat kerusakan pada infrastruktur dan ekonomi. Untuk membangun kembali negeri tersebut dibutuhkan kerja keras. Lebih dari separuh penduduk Yaman menderita lantaran kekurangan gizi.
“Konflik yang selama ini berlangsung menimbulkan kerusakan infrastruktur yang diperkirakan menelan biaya US$ 7 miliar atau setara dengan Rp 92 triliun. Sedangkan, untuk masalah ekonomi, Yaman kehilangan lebih dari US$ 7,3 miliar atau Rp 96 triliun terkait dengan produksi dan jasa layanan,” demikian tertulis dalam May 6, sebuah laporan gabungan dari Bank Dunia, PBB, Bank Pembangunan Islam, dan Uni Eropa.
Baca Juga:
Masyarakat internasional mengakui pemerintahan Presiden Yaman Abd Rabbu Mansour Hadi, yang saat ini berperang melawan kaum Houthi dukungan Iran dan Al-Qaeda, kelompok militan dari jazirah Arab.
Perang yang memasuki bulan ke-16 tersebut telah menewaskan lebih dari 6.500 orang. Adapun tak kurang dari 2,5 juta orang kehilangan tempat tinggal dan bencana kemanusiaan timbul di negara yang menurut taksiran Bank Dunia memiliki pendapatan per kapita hanya US$ 1,097 atau Rp 14,41 juta pada 2013 ini. Bandingkan dengan Indonesia yang pendapatan per kapitanya Rp 36,5 juta pada tahun yang sama.
Tiga hari lalu, Al Jazeera memberitakan sedikitnya sebelas orang dilaporkan tewas dan 19 korban mengalami luka-luka akibat serangan jet tempur terhadap sebuah rumah sakit di sebelah barat daya Yaman.
Menurut organisasi sosial Doctors Without Borders (MSF), gempuran udara yang berlangsung pada Senin, 15 Agustus 2016, itu menghantam Rumah Sakit Abs, yang berlokasi di Provinsi Hajja, kawasan yang dikuasai kaum Houthi.
"Serangan udara tersebut membuat sembilan orang tewas, termasuk anggota staf MSF," demikian pernyataan organisasi yang berbasis di Paris itu.
REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN