TEMPO.CO, Bangkok - Komandan Tertinggi Angkatan Darat Thailand meminta masyarakat waspada dan lebih berhati-hati jika bertemu dengan orang yang memakai kacamata hitam, topi, dan membawa ransel karena kemungkinan mereka adalah pengebom.
Gen Theerachai Nakwanit, Komandan Angkatan Darat, mengatakan hal itu saat berbicara kepada media tentang hasil investigasi insiden rangkaian pengeboman pada Hari Ibu, 12 Agustus 2016.
Warga Thailand, ujar Nakwanit, tidak biasa mengenakan kacamata hitam, topi, dan membawa ransel di ruang publik. Masyarakat diminta membantu militer mencegah pengeboman dengan mengawasi perilaku orang dengan ciri-ciri itu.
Baca: Libur Perayaan HUT Ratu Sirikit, Thailand Diguncang 12 Bom
Nakwanit juga menegaskan bahwa junta militer telah mengendalikan situasi dan mendorong masyarakat untuk melanjutkan kehidupan mereka sehari-hari seperti biasa. "Masyarakat diharapkan kembali beraktivitas seperti sedia kala tanpa harus takut akan apa pun dan tetap mengawasi hal-hal yang tidak normal di sekitarnya. Rakyat Thailand biasanya tidak memakai topi atau kacamata di mal. Ini adalah hal yang cukup aneh. Membawa ransel juga tidak normal. Jadi kita perlu untuk selalu waspada," kata Nakwanit.
Serangkaian bom yang terjadi pada Hari Ibu, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Ratu Thailand, terjadi di lima provinsi Thailand selatan pada Kamis malam dan Jumat pagi pekan lalu. Serangan tersebut menyebabkan empat orang tewas dan melukai puluhan lainnya, termasuk beberapa wisatawan asing.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab meskipun telah ada beberapa penangkapan. Junta militer telah menepikan insiden tersebut sebagai aksi terorisme dan mencurigai serangan itu sebagai sabotase dari pemberontak lokal.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Nasional Thailand Chakthip Chaijinda mengatakan semua bom mirip dengan yang digunakan pemberontak separatis di selatan. Menurut dia, semua serangan itu terkait, khususnya dengan konflik politik di Thailand.
"Kettjuh provinsi di mana insiden terjadi semuanya mendukung rancangan konstitusi," ujar Chakthip. "Bisa saja kelompok yang tidak setuju melakukannya untuk mendiskreditkan atau mereka punya tujuan lain."
PRACHATAI | YON DEMA