TEMPO.CO, Port Moresby - Pemerintah Papua Nugini (PNG) dan Australia sepakat menutup Pulau Manus sebagai pusat penahanan imigran. Kesepakatan itu dicapai dalam pertemuan antara Perdana Menteri PNG Peter O'Neil dan Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton di Port Moresby, ibu kota PNG, hari ini, 17 Agustus 2016.
"Papua Nugini dan Australia setuju pusat penahanan itu ditutup," kata O'Neil.
Saat ini ada 850 orang berada di dalam pusat penahanan imigran di Pulau Manus. Setengah di antaranya sudah mendapat status pengungsi.
Dutton mengatakan tak seorang pun yang saat ini ditempatkan di pusat penahanan Manus akan dikembalikan ke Australia. Opsinya, mereka tinggal di PNG atau kembali ke negara asal mereka.
"Posisi kami, dibenarkan kembali hari ini oleh PNG, bahwa tak seorang pun dari Pulau Manus akan ditempatkan kembali di Australia," kata Datton.
Pada Maret lalu, O'Neil telah menjelaskan bahwa PNG tidak memiliki sumber daya untuk memberi tempat tinggal kepada para tahanan di Pulau Manus.
Meski PNG dan Australia memang sepakat menutup pusat penahanan imigran Australia, tapi keduanya belum memastikan jadwal penutupan, termasuk ke mana seluruh pencari suaka dan pengungsi ditempatkan.
Behrouz Boochani, jurnalis warga Iran yang sudah lebih dari tiga tahun ditahan di Pulau Manus, mengatakan tidak ada masa depan yang jelas setelah kesepakatan penutupan pusat tahanan oleh PNG dan Australia.
"Mereka tidak menjelaskan kapan penjara neraka itu ditutup. Kami ingin tahu kapan tepatnya kami akan mendapatkan kemerdekaan dan ke mana kami akan pergi. Ini hak kami untuk mengetahui masa depan kami," kata Boochani kepada The Guardian.
Perintah penutupan pusat penahanan imigran Australia di Pulau Manus datang dari Mahkamah Agung PNG pada 27 April 2016 karena dianggap ilegal. Mahkamah Agung menilai pusat penahanan di Pulau Manus melanggar hak asasi orang-orang yang sedang berstatus pencari suaka. Mereka dijamin oleh sejumlah konvensi HAM internasional dan konstitusi PNG.
Pulau Manus merupakan satu pulau milik PNG. Australia menggunakan Pulau Manus sebagai pusat penahanan bagi para pencari suaka. Pada 21 Oktober 2001, di masa Perdana Menteri John Howard, pusat penahanan resmi berdiri. Pusat penahanan ini sempat ditutup pada Mei 2004 ketika pencari suaka asal Kuwait kelahiran Palestina, Aladdin Sisalem, dipindahkan ke Melbourne.
Kemudian, terjadi kerusuhan massal di Pulau Manus ketika seorang pencari suaka asal Iran Reza Berati, 23 tahun, dibunuh pada 17 Februari 2014.
ABC.NET AU | GUARDIAN | NEWS.COM.AU | MARIA RITA