TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 1.500 orang berunjuk rasa memprotes rencana pemindahan jasad mantan Presiden Ferdinand Marcos ke Makam Pahlawan Nasional di Manila, Filipina. Presiden Rodrigo Duterte memutuskan pemindahan tersebut dari Batac, rumah Marcos, pekan lalu.
Presiden Marcos dituding merepresi perbedaan pendapat hingga akhirnya ia digulingkan pada 1986. Para pengunjuk rasa menganggap pemakaman Marcos di makam pahlawan akan menjadi "kuburan ketidakadilan" untuk korban-korbannya.
Demonstran berkumpul saat hujan lebat di Pantai Taman Rizal di Manila dengan membawa spanduk yang menyerukan agar Duterte mempertimbangkan kembali keputusannya. Saat ini jasad tubuh Marcos berada di Batac. Rencananya, pemakaman di Manila dilaksanakan pada September.
Senator Risa Hontiveros, yang mengambil bagian dalam protes, telah mengajukan resolusi senat untuk menentang langkah itu. Ia menggambarkan Marcos sebagai “musuh pahlawan kita”.
"Apa menjadi pahlawan berarti dalam masyarakat kita?" kata Risa bertanya seperti dilansir CNN, Ahad, 14 Agustus 2016. "Kita seharusnya tidak menghormati orang yang melanggar hak asasi manusia."
Marcos terpilih menjadi presiden pada 1965. Namun ia menyatakan darurat militer pada 1972 yang ditandai dengan maraknya korupsi, pembunuhan, penyiksaan, dan penculikan oleh militer. Ia dan istrinya, Imelda, digulingkan melalui Revolusi EDSA.
Duterte berkukuh pada keputusannya terhadap Marcos. Menurut Duterte, Marcos harus dikubur di Makam Pahlawan Nasional karena ia adalah seorang prajurit Filipina.
CNN | BBC | ARKHELAUS W.