TEMPO.CO, Reykjavik - Islandia mengumumkan percepatan pemilu parlemen. Hal itu dipicu pengungkapan skandal lewat Panama Paper, yang memaksa Perdana Menteri Sigmundur Davíð Gunnlaugsson mundur April lalu.
PM Gunnlaugsson adalah petinggi negeri pertama yang terjungkal setelah keluarnya dokumen yang mengungkap penggelapan pajak global itu. Pengungkapan itu memicu aksi protes besar-besaran yang jarang terjadi di Islandia. Meski PM-nya mundur, pemerintahan masih tetap berjalan.
"Kami berniat menggelar pemilu pada 29 Oktober," kata Sigurður Ingi Jóhannsson, pengganti Gunnlaugsson, Kamis, 11 Agustus 2016. Dia meminta para pemimpin partai di parlemen menyetujui percepatan pemilu enam bulan dari jadwal semula.
Pemilihan tersebut merupakan yang kedua kalinya tahun ini. Adapun pemilihan presiden pada Juni lalu dimenangi orang baru dalam dunia politik, Guðni Thorlacius Jóhannesson, dengan memanfaatkan sentimen anti-kemapanan yang sedang tinggi.
Kalangan pengamat tidak dapat memperkirakan pihak mana yang bakal menang dalam pemilu nanti. Menurut jajak pendapat, pemilih konservatif tetap loyal kepada mitra koalisi kanan tengah, Partai Independen, yang berkuasa.
Sedangkan oposisi, Partai Pirate, yang didirikan pada 2012, akan mengkampanyekan agenda keterbukaan, reformasi institusional, dan pemberantasan korupsi.
GUARDIAN | NATALIA SANTI