TEMPO.CO, Bangkok - Pemerintah junta militer Thailand mengungkapkan rencananya memantau pergerakan warga asing melalui pemasangan kartu chip khusus di telepon seluler mereka.
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Telekomunikasi dan Penyiaran Thailand Takorn Tantasith mengatakan regulator telekomunikasi baru mengumumkan proposal pengadaan kartu chip khusus yang dipasang di ponsel warga asing, pekan lalu. Karena itu, penerapannya pun masih dalam pembahasan.
Kebijakan ini diperkirakan diberlakukan 6 bulan ke depan, seperti dikutip dari Asiancorrespondent.com, 9 Agustus 2016. "Kami akan memisahkan kartu SIM untuk warga asing dan warga Thailand," ucap Takorn.
Cara kerja kartu chip khusus ini ialah mengaktifkan fungsi lokasi yang tidak bisa dimatikan. Meski begitu, kartu ini diklaim tidak terhubung ke sistem pelacakan.
Kartu chip khusus dipasang di telepon seluler warga asing untuk menjaga keamanan nasional dan mencegah kejahatan lintas batas.
Targetnya tidak hanya turis asing, tapi juga siapa saja yang tidak memiliki paspor Thailand. Tidak terkecuali bagi penduduk asing yang memegang visa jangka panjang, seperti pekerja, orang yang sudah menikah, atau pensiunan.
Namun turis yang menggunakan kartu telepon dari negara asalnya dengan layanan jelajah luar negeri (roaming) tidak perlu memberitahukan lokasi mereka. Mereka akan mendapatkan kartu chip khusus dengan cara memintanya ke layanan provider Thailand dengan menunjukkan paspor.
Menanggapi masalah privasi dan hak pengguna ponsel, Tarkon mengatakan sistem tidak mempertimbangkannya. Ia kemudian merujuk pada pemberian informasi oleh warga asing di dokumen imigrasi tentang alamat tinggal mereka di Thailand.
"Kami mau memfasilitasi polisi. Karena itu, mereka lebih mudah melacak warga asing yang masuk ke negara ini dan melakukan tindakan kriminal," ujar Takorn.
Ia pun memastikan sistem ini tidak akan disalahgunakan. Sebab, polisi telah bekerja lebih dulu mendapat perintah pengadilan guna melacak warga asing jika dibutuhkan.
Beberapa negara, ujar Takorn, juga akan menerapkan sistem ini sesuai dengan hasil pertemuan sepuluh regulator telekomunikasi dari sepuluh negara di Phuket, Thailand, 2 Agustus lalu, misalnya Malaysia dan Singapura.
ASIAN CORRESPONDENT | MARIA RITA