TEMPO.CO, Istanbul - Ratusan ribu demonstran berkumpul di Istanbul, Minggu, 7 Agustus 2016, untuk mengadakan pawai pro-demokrasi yang disokong partai pemerintah. Aksi demonstrasi yang memasuki pekan ketiga itu dilakukan oleh pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan setelah upaya kudeta gagal.
Pengikut Partai Keadilan dan Pembangunan, pimpinan Erdogan, sering berada di jalan setiap malam setelah upaya kudeta pada 15 Juli lalu gagal. Setidaknya, 273 orang tewas, termasuk 34 orang pemberontak, dalam aksi kudeta yang gagal tersebut.
Aksi yang bertajuk “Majelis Utama 'Demokrasi dan Syuhada” di Dataran Yenikapi, Istanbul, dekat tebing Laut Marmara, kemarin, dimulai pukul 14.00 waktu setempat hingga selesai dan dikawal ketat sekitar 15 ribu polisi.
Kurang dari dua jam sebelum acara dimulai, dataran sudah menjadi lautan merah dan putih bendera Turki. Beberapa media memprediksi sekitar 3,5 juta orang berada di dataran itu. Dataran Yenikapi sering menjadi pilihan Erdogan untuk mengadakan demonstrasi besar-besaran partainya.
Erdogan, yang juga hadir dalam kesempatan tersebut, bersumpah untuk terus memperjuangkan demokrasi di Turki dan akan menghukum semua orang yang terlibat dalam upaya kudeta yang gagal tersebut. "Sebagai sebuah negara dan sebagai bangsa, kita perlu menganalisis upaya kudeta 15 Juli dengan baik. Kita perlu mengevaluasi dengan baik, bukan hanya mereka yang terlibat dalam pengkhianatan ini, tapi kekuatan di belakang mereka, motif yang membuat mereka mengambil tindakan itu," kata Erdogan kepada massa.
Erdogan berbicara dari atas ketinggian 60 meter dengan latar dua platform raksasa yang dibungkus bendera nasional raksasa dan spanduk bergambar dirinya serta bapak pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk. Dalam kesempatan tersebut, Erdogan juga menegaskan bahwa ia akan menyetujui hukuman mati jika publik setuju dan disahkan oleh parlemen.
Hampir 18 ribu orang ditahan atau ditangkap, sebagian besar dari militer, dan puluhan ribu orang ditangguhkan atau dipecat dari pekerjaan di lembaga peradilan, media, pendidikan, perawatan kesehatan, militer, serta pemerintah daerah setelah upaya kudeta yang gagal tersebut.
DAILY MAIL | ABC NEWS | YON DEMA