TEMPO.CO, Bogota - Duta Besar Trie Edi Mulyani tak kuasa menahan haru saat lagu kebangsaan “Indonesia Raya” berkumandang di Congreso de la Republica atau gedung parlemen Kolombia di Bogota, Kamis 4 Agustus 2016. Hari itu, perempuan pertama yang menjadi duta besar RI untuk Kolombia menerima penghargaan Cruz al Mérito de la Comunicación Social Iberoamericana Antonio Nariño dari organisasi La Sociedad Colombiana de Prensa y Medios de Comunicación.
Penghargaan tersebut diberikan berkat kontribusi Dubes Trie Edi dalam memperkuat dan meningkatkan hubungan bilateral Indonesia dan Kolombia, khususnya dengan institusi pemerintah dan media di Kolombia.
“Saya sangat terharu dan bangga ketika mendengar Indonesia Raya dikumandangkan pertama sebelum hymno Colombia,” kata Trie Edi, kepada Tempo, Minggu, 7 Agustus 2016.
“Saya juga surprise karena semua yang saya lakukan selain merupakan kewajiban dan tanggung jawab sebagai wakil bangsa Indonesia juga karena saya memang sering turun langsung ke daerah,” tambah duta besar yang akrab disapa dengan panggilan Niniek tersebut.
Trie Edi mengaku telah mengunjungi lebih 23 dari 33 departemen atau provinsi di Kolombia, baik atas undangan gubernur atau walikota setempat, atau pun karena ada kerja sama yang dijalin.
Mengingat Indonesia adalah negara penghasil kelapa sawit nomor satu dan penghasil karet nomor dua di dunia, maka Dubes Trie Edi bersama staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bogota mengunjungi beberapa daerah terpencil seperti misalnya Tamalameque, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan.
“Mengajarkan kepada petani kelapa sawit bagaimana menanam, berkebun, memelihara dan memanfaatkan kelapa sawit mulai dari akar hingga daunnya, juga tanaman tumpang sari apa saja yang bisa ditanam di antara pohon-pohon kelapa sawit,” papar Trie Edi kepada Tempo.
Secara geografis, Tamalameque merupakan suatu daerah di wilayah departemen Cesar yang memiliki potensi pertanian cukup besar, namun demikian pembangunan infrastruktur dan perhatian pemerintah untuk pengembangan sektor tersebut masih kurang.
Selain itu, dari sisi sumber daya manusia, masyarakat Tamalameque belum memiliki kapasitas dan pengalaman yang memadahi untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi pertanian yang dimilikinya.
Saat itu malah Walikota Tamalameque Sra. Olga Rojas mengajak kerja sama dan mengundang investor Indonesia untuk mengembangkan kelapa sawit maupun sektor pertanian lainnya agar lebih produktif.
“Demikian pula di daerah Tumaco, untuk jenis tanaman karet supaya menghasilkan lateks yang bersih dan sebagainya,” kata Trie Edi. Tumaco adalah daerah pesisir pantai di Departemen Narino.
Selain itu, melihat begitu banyaknya daun pepaya dan daun singkong dibuang begitu saja di Kolombia, Dubes Trie turun untuk mengajarkan bagaimana mengolah sayuran itu menjadi hidangan yang lezat.
Di bidang sosial, Trie juga aktif membantu anak-anak serta perempuan korban konflik. Baik secara langsung dengan mendatangi mereka dan memberikan bantuan berupa alat-alat sekolah, juga mengajar kesenian dan budaya Indonesia. “Mereka bisa menjadi soft power bagi KBRI Bogota,” kata Trie Edi.
Dia mengatakan saat ini di Kolombia sudah masuk produk garmen buatan Indonesia, alat-alat musik, sepatu, alat olahraga, biskuit dan permen produksi Mayora, produk ikan beku seperti tuna Indonesia dengan kualitas yang sangat baik dan lain-lain.
“Kolombia sangat menarik dan betul-betul berbeda dengan yang selalu diceriterakan orang,” kata Trie Edi.
Tanda kehormatan Gran Cruz al Mérito de la Comunicación Social Iberoamericana Antonio Nariño merupakan penghargaan populer yang umumnya diberikan kepada orang-orang Kolombia atau WNA di Kolombia yang memiliki figur baik di masyarakat dan berprestasi dalam hal pembangunan sosial.
Organisasi La Sociedad Colombiana de Prensa y Medios de Comunicación setiap tahunnya memilih calon-calon penerima penghargaan tersebut berdasarkan tingkat kontribusi dan prestasinya. Tercatat banyak tokoh masyarakat di Kolombia yang telah menerima tanda kehormatan tersebut antara lain Menteri Luar Negeri Kolombia, María Ángela Holguín dan Menteri Pertanian Kolombia, Juan Camilo Restrepo.
NATALIA SANTI